Pendidikan Yang Foedalistik

Pendidikan di indonesia secara umum memiliki tiga persoalan: finansial, administratif, dan kultural. persoalan finansial merupakan persoalan yang akut. dari waktu ke waktu jumlah dana pemerintah yang dikucurkan untuk sektor pendidikan masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan dana pembangunan/infrastruktur. persoalan ini berdampak kepada:

pertama, masih banyak kelompok masyarakat yang tidak mengenyam bangku pendidikan. masih banyak masyarakat buta huruf.

kedua, banyaknya lembaga pendidikan yang dikelola secara "apa adanya" sehingga menghasilkan lulusan yang "apa adanya pula". hal ini berdampak pada minimnya kelompok masyarakat yang well educated sebagai modal utama membangun peradaban.

terlalu banyaknya masyarakat yang berpendidikan rendah merupakan kendala dalam mewujudkan masyarakat yang berperadaban. beberaoa hasil penelitian dalam bidang psikologi dan sosiologi menunjukkan mayoritas pelaku tindak kejahatan adalah mereka yang poorly educated. disinilah mengapa, dari sudut pandang islam, kebodohan (jahiliyah) merupakan musuh utama sehingga salah satu misi islam adalah menciptakan masyarakat ilmiah: memiliki ilmu dan mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah memang mampu mengatasi persoalan kebodohan di masyarakat. tetapi karena faktor ekonomi, angka drop out cenderung meningkat terutama setelah indonesia dilanda badai krisis ekonomi. jika dibandingkan dengan negara-negara maju, wajib belajar 9 tahun belum cukup membuat bangsa indonesia menjadi manusia yang cerdas dan berkualitas. rata-rata lama pendidikan masyarakat di negara maju adalah 10-15 tahun. itu berarti mayoritas bangsa kita hanya tamat pendidikan dasar sedangkan negara lain tamat pendidikan menengah dan perguruan tinggi.

persoalan ini bermula dari sistem pendidikan nasional yang sangat sentralistik. sentralisme pendidikan memiliki dua akibat negatif.

pertama, hilangnya kreativitas pendidikan pada tingkat lokal sehingga menimbulkan kelompok masyarakat yang apatis.
kedua, output pendidikan seringkali mis-match dengan realitas sosial-kultural yang dihadapi masyarakat.pendidikan yang sentralistik ini sangat menekankan uniformitas (keseragaman). sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini, akibat dari uniformitas pendidikan adalah munculnya kelompok masyarakat yang kurang atau tidak toleran terhadap perbedaan. pluralitas, perbedaan pendapat dalam persoalan kemasyarakatan dipahami sebagai laknat, bukan rahmat, lahirlah masyarakat yang intoleran suka memaksakan kehendak.
ketiga, problem kultural di mana proses pendidikan masih bersifat foedalistik. foedalisme pendidikan dapat dilihat dari dua aspek internal dan eksternal. aspek internal beerkaitan dengan metode pembelajaran yang bersifat teachered center. pembelajaran model ini menghasilkan siswa yang apatis dan miskin kreativitas dan lemah daya nalar.
apek eksternal berkaitan dengan inkonsistensi antara apa yang dipelajari dengan realitas sosial, kultural dan moral yang ada di masyarakat. realitas itu bahkan sangat dekat dengan siswa, lingkungan sekolah. di kelas siswa belajar bagaimana mulia dan pentingnya kejujuran. tetapi dengan kesulitan siswa melihat bagaimana penipuan, korupsi dan dusta merajalela di masyarakat. siswa merasakan betapa pahitnya realitas ketika siswa yang nyontek justru nilainya lebih bagus dibandingkan dengan yang tekun belajar. kontradiksi ini menimbulkan discrepansi pendidikan dengan realitas sosial dan split personality. di sekolah skornya sangat exellent tetapi prilaku kesehariannya sarat dengan violence.

sumber utama : Mozaik Gerakan Pemuda Kontemporer, Muhammad Budi Setiawan
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Faqih Muhammad - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger