Kosep Agama Menurut Durkheim

Durkheim merupakan peletak pertama pondasi dalam sosiologi, Durkheim sangat berjasa dalam menyelamatkan sosiologi dari serangan filsafat dan dominasi psikologi, dan melakukan pembuktian bagaimana seharusnya sosiologi dikaji. Durkheim menawarkan fakta social dalam artian bahwa masyarakat merupakan kajian utama dalam sosiologi (Realisme) yang nantinya dikaji secara empiris, turun kelapangan secara langsung untuk membaca realitas yang ada melalui metode-metode penelitian. Durkheim mengkonsep pemikirannya itu dalam dua karya terbesar masing-masing adalah suicide (1951) dan The Rule of Sociological Method (1964). Suicide adalah adalah hasil karya Durkheim yang didasarkan hasil penelitian empiris terhadap gejala bunuh diri sebagai fenomena social. Sedangkan The Rule of Sociological Method berintikan konsep tentang metode yang dapat dipakai untuk melakukan penelitian empiris dalam sosiologi[1]
 
Sosiologi agama merupakan salah satu diskursus yang tepenting dalam sosiologi, para pendahulu sosiologi masing-masing dari mereka telah mengkonsepkan agama sebagai sesuatu relitas dalam masyarakat yang ada secara nyata. Sebagai manusia yang hidup dalam kondisi lingkungan yang beragama tentunya timbul berbagai pertanyaan tentang agama. Karena walaupun agama nyata hidup dalam masyarakat tetapi dalam kenyataannya agama sebagai sesuatu yang berada diluar kesadaran manusia seperti halnya negara.

Durkheim menawarka cara yang rasional dalam mengkaji agama, Durkeim menjelaskan bagai mana agama muncul, mengapa manusia beragama, fungsi agama dan sebagainya. Berbeda dari perspektif Karl Marx, Durkheim memandang agama sebagai sesuatu yang bukan hanya ilusi  manusia yang abstrak tetapi agama merupakan produk manusia yang dapat dikaji secara empiris. Dalam bukunya “The Elementary Forms of Religious” Durkheim memberikan suatuanalisa terperinci menegenai keprcayaan-kepercayaan dan ritual-ritual agama totemic orang arunta, suku bangsa primitive di Australia utara.[2]

Durkheim mendifinisikan agama sebagai “ Suatu system yang terpadu mengenai kepercayaan-kepercayaan praktek- praktek yang berhubungan dengan benda-benda suci atau benda-benda khusus (terlarang) kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang menyatu dalam satu komunitas yang disebut umat, semua berhubungan dengan itu.[3]

Sakral dan Profan 

Durkheim mengabstraksi munculnya agama dalam masyarakat yaitu dengan memisahkan antara yang sacral dan yang profan.

Sakral

Sakral berasal dari ritual-ritual keagamaan yang merubah nilai-nilai moral menjadi symbol-simbol religious dimana dimanifestasikan menjadi sesuatu yang riel. Masyarakat menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sekral dan sementara yang lain dianggap profan (kejadian yang umum atau biasa), sacral inilah yang dianggap sebagai suatu yang terpisah dari peristiwa sehari-hari yang membentuk esensi agama. Misalnya nilai-nilai pengrusakan atau kejahatan manusia dimanifestasikan dalam agama hindu sebagai siwa sebagai dewa perusak. Sehingga dapat dikatakan Tuhan tak lebih dari sekedar hasil pengejawantahan wujud Tuhan dan simbolisasiNya (Durkheim 1906/1974:52) artinya masyarakatlah sumber dari kesakralan itu sendiri.

Profan

Profan adalah peristiwa yang biasa terjadi dalam masyarakat dikehidupan sehari-harinya yang tidak memiliki nilai-nilai suci yang disakralkan. Yang profan ini dapat menjadi sakral jikalau masyarakat mengagungkan dan menyucikannya.

Totemisme 

Totemisme adalah system agama dimana sesuatu, bisa binatang dan tumbuhan dianggap sakral dan dijadikan simbol klan. Menurut Durkheim totemisme merupakan agama yang paling sederhana dan primitive yang juga merupakan bentuk organisasi social yang paling sederhana. Totemisme ini berasal dari representasi klan atau suku, individu mengalami kekuatan social yang sangat erat dan besar ketika mengikuti upaca suku sehingga mereka berusaha mencari penjelasan atas fenomena tersebut dan mewujudkannya dalam suatu lambing totem.

Jadi dapat dikatakan totem adalah representasi material dari kekuatan non material yang menjadi dasarnya, dimana kekuatan nonmaterial itu adalah perasaan individu-individu dalam masyarakat. Sebenarnya masih banyak pembahasan dalam tulisan ini dikarenakan masih banyak agenda yang mesti saya selesaikan ingsallah tulisan ini nantinya akan diedit dan ditambah dilain waktu.


[1] George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. (penerjemah, Alimandan Jakarta: Rajawali Press, 2010). Hlm. 1
[2] Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I (penerjemah Robert M.Z Lawang  Jakarta Gramedia pustaka Utama, 1990) hlm 196
[3] Emile Durkheim The Elementary Forms of Religious
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Faqih Muhammad - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger