Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak
aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di
lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air
(fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous. Gunung Lawu adalah sumber inspirasi dari nama kereta api Argo Lawu, kereta api eksekutif yang melayani Solo Balapan-Gambir
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling
dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.
Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai
tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan.
Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa
akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.Gunung Lawu merupakan sebuah gunung yang terletak di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini terbentuk akibat aktivitas vulkanik, meskipun sekarang gunung ini berstatus tidak aktif. Banyak dari para pendaki gunung menjadikan Gunung Lawu sebagai tujuan pendakian mereka. Mereka yang mendaki gunung ini bisa melalui dua pintu masuk, yaitu Cemoro Sewu, yang terletak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, dan Cemoro kandang yang terletak di kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Perjalanan melalui Cemoro Sewu melewati rute yang lebih mudah untuk didaki, namun memutar cukup jauh. Sedangkan melalui Cemoro Kandang dapat ditempuh dengan lebih cepat, namun dengan rute yang curam. Banyak dari pendaki yang telah berpengalaman memulai perjalannya pada pagi hari sebelum matahari muncul. Mereka menghindari bertemu dengan Pasar Setan, karena mereka akan tiba kembali kebawah sebelum petang. Pasar Setan merupakan fenomena gaib yang entah benar atau tidak, namun banyak juga orang yang telah mengalaminya.
Dalam sebuah cerita pengalaman seseorang yang pernah mendaki Gunung
Lawu, ia mendengar suara bising dari luar tenda saat ia bermalam disana.
Kira-kira begini bunyinya, “Mau beli apa dik?”, namun diucapkan dalam
Bahasa Jawa. Saat kita mendengar suara tersebut, kita diharuskan
membuang apapun yang ada disekitar kita, bisa rumput, batu, atau yang
lainnya.
Ada lagi cerita lainnya yang merupakan pengalaman teman saya sendiri
yang pernah mendaki kesana. Ia bersama rombongan saat itu malam-malam
meneruskan pendakian melewati sebuah tebing curam. Mereka berjalan
disamping tebing berbaris sambil bergandengan tangan, kemudian teman
saya mendengar suara berisik dari arah tebing tersebut. “Suaranya seperti keramaian di pasar”,
begitu kata teman saya. Namun ketika teman saya akan menoleh ke arah
suara tersebut, tiba-tiba rekannya menampar wajahnya dari arah belakang
agar ia tak menoleh ke arah tebing tersebut.
Kebanyakan orang yang mendaki Gunung Lawu adalah ingin mengabadikan
pemandangan matahari terbit disana. Sama seperti Bromo, Gunung Lawu
terkenal juga akan keindahansunrisenya.
Entah Pasar Setan di Gunung Lawu itu benar-benar ada atau tidak, yang
pasti saat kalian mengalaminya, hal itu akan menjadi sebuah pengalaman
yang unik yang akan kalian kenang nantinya.





