MAKALAH AGAMA ISLAH
STUDI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
A. Studi Sejarah Pendidikan Islam
Secara etimologis perkataan “sejarah” yang dalam bahasa Arab disebut tarikh, sirah atau ilmu tarikh yang berarti ketentuan masa lampau. Sedangkan secara terminologi sejarah adalah keterangan yang telah terjadi pada masa lampau.
Sedangkan pendidikan Islam menurut Prof Dr. Omar Muhammad adalah usaha mengubah tingkah laku sendiri dan kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam.
Bila dirangkaikan kata sejarah dengan kata pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Catatatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari sejak lahirnya hingga sekarang ini.
2. Satu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep lembaga maupun operarionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini.
B. Obyek dan Metode Sejarah Pendidikan Islam
1. Obyek Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah biasanya ditulis dan dikaji dari sudut pandangan atau fakta atau kejadian tentang peradaban suatu bangsa, maka obyek sejarah pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal, formal maupun non formal.
2. Metode Sejarah Pendidikan Islam
Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisasi secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, yaitu diperoleh melalui proses yang disebut historiografi (penulisan sejarah). Mengenai metode yang dipergunakan dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan Islam itu sendiri ada bermacam-macam, Untuk penggalian sejarah umumnya menggunakan metode, yaitu:
a. Metode lisan
b. Metode Observasi
c. Metode Dokumentar
Sedangkan dalam rangka penulisan sejarah pendidikan Islam menggunakan metode:
a. Metode diskriftif, dalam metode ini digambarkan pendidikan Islam, yaitu ajaran yang dibawa Rasulullah SAW dalam al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan dengan pendidikan, diuraikan sebagaimana adanya, dengan tujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam syariat Islam tersebut.
b. Metode koperatif, dalam metode ini berusaha membandingkan sebuah perkembangan pendidikan Islam dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
c. Metode analisis sintesis, dalam metode ini pendidikan Islam dilihat secara kritis, analisis dan bahasan yang luas serta ada kesimpulan yang spesifik sehingga tampak adanya kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam.
C. Kegunaan Sejarah Pendidikan Islam
Pada dasarnya kegunaan sejarah pendidikan Islam ada dua, yaitu:
1- Bersifat Umum, yaitu sebagai faktor keteladanan
2- Bersifat khusus, yaitu berguna dalam bidang akademis, karena kedudukan sejarah pendidikan Islam selain untuk perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan juga dalam rangka menumbuhkan persfektif baru dalam usaha mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk pertumbuhan dan perkembangan Iptek.
D. Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam
Secara garis besar Harun Nasutioan membagi sejarah Islam kepada tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern.
Kemudian periodisasi sejarah pendidikan Islam itu sendiri adalah:
1- Masa pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan Islam, yaitu sejak masa Rasulullah SAW, masa Khulafaurrasyidin dan masa Umayyah.
2- Masa kejayaan pendidikan Islam, yaitu berlangsung sejak pemerintahan Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota Bagdad yang ditandai dengan perkembangan dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
3- Masa kemunduran pendidikan Islam, yaitu berlangsung sejak jatuhnya kota bagdad sampai jatuhnya Mesir oleh Napoleon sekitar abad 18 M yang ditandai dengan lemahnya kebudayan Islam dan berpindahnya pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke barat.
4- Masa Pembaharuan pendidikan Islam, berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon di akhir abad ke 18 M sampai sekarang.
BAB II
MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN Islam
A. Pendidikan Masa Rasulullah SAW
1. Fase Mekkah
Awal terjadinya pendidikan Islam semenjak Muhammad diangkat menjadi rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40 dari usia beliau, bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M. Ayat yang pertama turun adalah QS al-a’alaq: ayat 1-5. Kira-kira 3 ½ tahun lamanya sesudah menerima wahyu yang pertama barulah Rasulullah menerima wahyu yang kedua, yaitu QS al-Muddatstsir: ayat 1-7.
Masyarakat Mekkah pada waktu Rasulullah dlahirkan dikenal dengan masyarakat jahiliyah. Kepercayaan agama mereka adalah berpegang teguh dengan tradisi nenek moyang mereka, yaitu menyembah berhala.
Adapun misi Nabi adalah menciptakan kembali masyarakat yang mengabdi kepada Allah SWT semata dan menegakkan keadilan serta kebenaran yang menyeluruh.
Semula usaha kegiatan seruan Rasulullah SAW tidak dihiraukan oleh peminpin-peminpin Quraisy. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1- Persaingaan kekuasaan, kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
2- Persamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya yang dilakukan Rasulullah SAW.
3- Takut dibangkitkan
4- Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta.
5- Memperniagakan patung. Agama Islam melarang menyembah, memahat dan menjual patung. Karena itu saudagar-saudagar patung memandang agama Islam sebagai penghalang rezeki.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam yang dilakukan Nabi bertahap-tahap, adapun tahapan-tahapan tersebut adalah :
a. Pendidikan perorangan yang dilakukan secara Rahasia
Setelah menerima wahyu kedua Rasulullah SAW memulai tugasnya yang dihadapkan kepada keluarga dan para sahabat beliau yang paling dekat. Adapun materi yang diberikan adalah ayat-ayat dari kedua wahyu yang telah beliau terima itu.
Pendidikan yang pertama dilakukan Rasulullah SAW pada saat ini adalah pembentukan pribadi muslim yang dibina untuk menjadi kader-kader muslim yang bersemangat, memiliki jiwa mental yang kuat serta tangguh dari segala cobaan ; yang mana kelak diharapkan menjadi unsur bagi pembentukan masyarakat Islam dan muballig atau pendidik yang baik yang menjadi contoh teladan bagi murid-muridnya.
Karena pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW kepada sahabatnya masih secara perorangan dan bersifat rahasia, maka beliau kemudian memilih rumah al-Arqam sebagai markas pusat pendidikan bagi kaum muslimin itu. Rasulullah SAW memilih tempat ini, selain disebabkan karena kesetiaan al-Arqam kepada Rasul dan Islam, juga letaknya sangat baik karena terlindung dari penglihatan kaum Quraisy sehingga akan memberikan keamanan dan ketenangan bagi kaum muslimin.
b. Menyeru dan Mengajak Bani Abdul Muthalib ke dalam Islam
Setiap langkah dan kegiatan Nabi dalam menyeru dan mengajak umat manusia kepada Islam adalah sesuai dengan dan menurut rencana Tuhan. Setelah turun wahyu QS. as-Syu’ara : 214-215.
Artinya : Dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabat (famili-famili) mu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang pengikutmu, yaitu orang-orang yang beriman.
Seruan dan ajakan nabi ini disambut dan dibenarkan dengan baik oleh sebagian mereka dan sebagian lagi mendustakannya terutama Abu Lahab paman nabi sendiri beserta istrinya sangat menentangnya. Tahap ini adalah tahap permulaan seruan dan ajakan secara terang-terangan kepada agama baru itu.
Perintah seruan dan ajakan secara terang-terangan ini sesuai dengan kenyataan bahwa sahabat Rasulullah SAW sudah bertambah banyak, mereka merasa tidak perlu takut terhadap gangguan dan ancaman kaum Quraisy. Disamping itu mereka yang akan masuk Islam pun masih banyak. Karena itu seruan dan ajakan secara terbatas dan rahasia itu sudah tak mungkin lagi dilaksanakan. Selain itu tempat pertemuan yang biasa dilakukan di rumah Al-Arqam pun sudah diketahui pula oleh kaum musyrikin.
c. Seruan dan Ajakan Umum
Setelah ajakan dan seruan yang disampaikan kepada Bani Abdul Muthalib tidak memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka Nabi Muhammad SAW pun beserta sahabatnya meningkatkan usaha dan kegiatannya. Usaha meningkatkan kegiatannya itu pun didasarkan pada rencana Allah SWT pula, sebagaimana terdapat dalam QS. al-hijr : 94-95.
Artinya : Maka sampaikanlah olehmu apa yang telah diperintahkan kepadamu secara tegas (terang-terangan), dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan kamu.
Sesudah ayat ini turun, maka Rasulullah SAW pun mulai menyeru dan mengajak seluruh lapisan manusia agar memeluk agama Islam. Seruan Nabi tidak terbatas kepada orang-orang Mekkah atau Quraisyi tapi juga kepada orang-orang dari luar Mekkah terutama pada musim haji.
Akan tetapi seruan untuk mengembalikan kaum Quraisy kepada ajaran tauhid untuk sementara belum berhasil. Bahkan mereka selalu membuat perlawanan kepada Nabi Muhammad SAW supaya menghentikan dakwahnya. Melihat kondisi yang demikian mendorong nabi untuk berhijrah yaitu ke Madinah.
2. Fase Madinah
Pendidikan Islam di Madinah pada dasarnya merupakan lanjutan dari pendidikan di Mekkah. Pada fase Mekkah ciri pembinaan pendidikan Islam adalah pendidikan tauhid, sedangkan pada fase Madinah ciri pokok pembinaan pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik.
Pendidikan fase Madinah apabila dirumuskan adalah sebagai berikut:
1- Pendidikan sosial politik dengan mewujudkan masyarakat yang baru.
2- Pendidikan keagamaan.
3- Pendidikan keluarga.
4- Pendidikan dakwah.
5- Pendidikan pertahanan keagamaan.
B. Pendidikan Islam Pada Masa al-Khulafaur-rasyidin
Kalau masa Rasulullah SAW dianggap sebagai masa penyemaian nilai kebudayaan Islam ke dalam sistem budaya bangsa arab pada masa itu, dengan meluasnya ajaran Islam yang mempunyai sistem budaya yang berbeda-beda, maka pendidikan Islam masa Khulafaurrasyidin ini perlu penanaman nilai dan kebudayaan Islam agar tumbuh dengan subur. Adapun pendidikan masa khulafaurrasyidin ini :
1. Masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H / 632-634 M)
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi masalah ummat yang cukup serius, yang harus diselesaikan dengan cara yang tegas dan pasti. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi Abu Bakar itu sebagai berikut :
- Kaum murtad
- Orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi beserta para pendukungnya
- Kaum yang tidak mau membayar zakat.
Adapun sebab-sebab mereka berbuat demikian adalah :
- Ajaran Islam belum dipahami benar
- Motivasi Islamnya bukan karena kesadaran dan keinsyafan iman yang sungguh-sungguh tapi karena pertimbangan politik dan ekonomi.
- Rasa kesukuan yang mendalam, mereka menganggap Islam menempatkan mereka dibawah kekuasaan bangsa Quraisy.
- Kesalahan memahami ayat-ayat al-Qur'an yang menimbulkan anggapan bahwa dengan wafatnya Rasulullah SAW mereka tidak mempunyai kewajiban melaksanakan ajaran agama Islam.
Dalam menghadapi kaam pemberontak ini, terlebih dahulu mereka dikirimi surat dengan maksud untuk menyadarkan kembali kepada jalan yang benar. Akan tetapi para pemberontak itu tetap membangkang, makanya Abu Bakar memeranginya.
Masa pemerintahan Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan dasar-dasar kekuatan bagi perjuangan perluasan da’wah dan pendidikan Islam.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H / 634-644 M)
Setelah Abu Bakar wafat, kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab. Usaha memperluas wilayah Islam yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dilanjutkan oleh Umar dengan hasil yang gemilang. Wilayah pada masa Umar meliputi Iraq, Persia, Syam, Mesir dan Barqah. Bangsa-bangsa tersebut sebelum Islam masuk ke negaranya telah memiliki kebudayaan dan peradaban lama.
Meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan kehidupan dalam segala bidang. Keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapannya memerlukan pemikiran yang sangat serius. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan tenaga manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian yang memadai bagi kelancaran roda pemerintahan itu sendiri. Ini berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya.
Semangat berda’wah dan pendidikan dari kaum muslimin yang berada di daerah-daerah baru menunjukkan kekuatan yang sangat tinggi. Thomas W. Arnold mengatakan ketentuan-ketentuan khusus mengenai metode dan materi pendidikan dan pengajaran agama bagi para penduduk yang baru masuk Islam segera disusun, demi mencegah kesimpang siuran pemahaman agama, baik yang menyangkut dasar-dasar pokok iman maupun mengenai ibadah dan muamalah. Langkah-langkah pencegahan ini perlu, mengingat derasnya arus penduduk yang berbondong-bondong masuk Islam. Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk setiap negeri, yang bertugas mengajarkan kepada penduduk setempat tentang isi al-Qur'an dan soal-soal lain yang berhubungan dengan masalah agama.
Pada masa ini bahasa arab mulai menampakkan dirinya sebagai bahasa linguage franka dalam wilayah Islam, selain digunakan sebagai alat komunikasi juga sebagai alat pemahaman al-Qur'an dan agama Islam pada umumnya serta pemersatu kesatu paduan ummat. Dengan demikian kebudayaan Islam mulai terbina.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656 M)
Dalam menjalankan tugas kepiminpinannya Usman bin Affan banyak menghadapi masalah politik yang sangat gawat. Masa enam tahun pertama kebijaksanaannya nampak baik, tapi masa enam tahun terakhir kelemahan-kelemahan pribadinya mulai nampak, sehingga berdampak negatif bagi pemerintahannya.
Kegiatan pendidikan masih berjalan seperti yang dilakukan oleh para sahabat Rasul menghasilkan ulama tabiin.
Kegiatan pendidikan yang paling besar yang dilakukan Usman bin Affan adalah menyalin sebuah mushaf sebagai rujukan umat Islam yang disebut dengan mushaf usmani karena sebelumnya sudah terjadi perselisihan dalam hal bacaan al-Qur'an.
Pada masa pemerintahan Usman bin AffanTugas mendidik dan mengajar umat diserahkan kepada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat dan menggaji guru-guru / pendidik. Sedang para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya itu hanya dengan mengharapkan keridhoan Allah semata.
Mata pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Ada fase pembinaan, pendidikan dan pelajaran. Dalam fase pembinaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar peserta didik memperoleh kemantapan iman, sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah SAW. Dalam fase pendidikan lebih ditekankan pada ilmu-ilmu praktis, dengan maksud agar mereka dapat segera mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Pelajaran-pelajaran lain yang sangat penting untuk menunjang pemahaman al-Qur'an dan Hadis juga diberikan seperti pelajaran bahasa arab, menulis, membaca, tata bahasa, syair dan pribahasa.
Tempat belajar masih seperti sebelumnya, mereka belajar di kuttab, di mesjid atau di rumah-rumah yang mereka sediakan sendiri atau ke rumah gurunya.
Demikian sarana dan wahana pendidikan pada masa Usman bin Affan, ia melanjutkan apa yang telah ada. Dia sendiri lebih sibuk menghadapi masalah pemerintahannya.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-661 M)
Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib diisi dengan kekacauan dikalangan umat Islam sendiri. Sampai-sampai Prof Dr Ahmad Shalabi mengatakan “sebetulnya tidak pernah ada barang satu hari pun, keadaan stabil selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Karena itu dapat diduga bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu mendapat gangguan dan hambatan, terhambat karena adanya perang saudara. Stabilitas dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya perkembangan dan pembangunan dalam segala bidang kehidupan masyarakat itu sendiri baik ekonomi, politik, sosial budaya maupun pengembangan intelektual dan agama.
Ali sendiri pada saat itu, tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah yang lebih penting dan mendesak, yaitu keamanan dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yakni mempersatukan kembali umat Islam. Akan tetapi sayang, Ali belum sempat meraihnya.
C. Pendidikan Islam Masa Umayyah (41-132 H / 661-750 M)
Tewasnya Khalifah Ali bin Abi Thalib memberi kesempatan dan peluang yang baik bagi naiknya Muawiyah menduduki jabatan khalifah, yang telah menjadi idamannya semenjak Usman bin Affan menjabat khalifah.
Naiknya Muawiyah menjadi kholifah berarti sistem baru dalam ke-kholifahan dimulai. Penggantian kholifah tidak dipilih seperti kholifah-kholifah sebelumnya, akan tetapi diwariskan kepada keturunannya.
Dalam mengendalikan pemerintahannya Muawiyah hampir seluruh perhatiannya ditujukan kepada masalah politik dan keamanan. Percaturan politik dan gerakan-gerakan militer yang terjadi pada masa ini, baik dalam usaha perluasan wilayah Islam maupun dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan, menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang alam pikiran.
1. Tempat dan Lembaga Pendidikan
Awal kegiatan intelektual kaum muslimin lebih menonjol dalam bidang hukum daripada teologi. Dalam periode Daulah Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya, yaitu:
1- Pendidikan khusus, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anak-anak khalifah dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan.
2- Pendidikan umum, Pendidikan diperuntukkan bagi rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi masih hidup, ia merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan agama.
Adapun bentuk-bentuk pendidikan pada masa ini adalah :
a. Pendidikan keluarga
Pendidikan Islam mengenal paham pendidikan seumur hidup. Kurikulum pertama bagi anak adalah pengalaman-pengalaman yang dialami dan disaksikan sendiri dalam lingkunagn rumahnya.
b. Kuttab
Kuttab ini adalah lanjutan dari pendidikan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan dasar, kuttab telah tersebar di seluruh wilayah Islam, tumbuh dan berkembang tanpa campur tangan dari pemerintahan.
c. Mesjid
Peranan mesjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya cakap dan mampu mengajarkan ilmunya kepada orang yang haus ilmu pengetahuan.
Dalam mesjid ada dua tingkatan sekolah, yaitu
- Tingkat menengah, Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah ini dilakukan secara perorangan. Adapun mata pelajarannya adalah al-Qur'an dan tafsirnya, hadist dan fiqh.
- Tingkat perguruan tinggi. Pada tingkat perguruan tinggi ini dilakukan secara halaqah. Adapun mata pelajarannya adalah tafsir, hadist, fiqh dan syariat Islam.
d. Majlis sastra
Majlis sastra ini merupakan gelanggang pembahasan situasi politik dan jalannya roda pemerintahan serta pengembangan ilmu pengetahuan, juga sebagai sarana rekreasi dan kebanggaan kalangan atas.
2. Semangat Ilmu Pengetahuan
Rasa haus kaum muslimin terhadap ilmu pengetahuan jelas nampak dalam usahanya mengembangkan ilmu agama dan bahasa, disamping itu perhatian mereka terhadap perpustakaan telah mulai muncul. Mereka juga dihadapkan pada ilmu-ilmu lama yang telah dimiliki bangsa-bangsa yang sudah berkebudayaan dan berperadaban tinggi, hal ini membangkitkan kegiatan usaha menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani, Qibti, Persia dan India ke dalam bahasa arab.
3. Semangat Ijtihad
Sarana pendidikan menunjukkan kemajuan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya, yakni zaman khulafaurrasyidin. Materi dan objek ilmu semakin meluas dan bercabang. Disamping itu rasa haus akan ilmu pengetahuan dan dorongan-dorongan untuk memecahkan persoalan-persoalan baru yang belum ada contohnya dari Rasulullah SAW membangkitkan usaha pengembangan dari ilmu itu sendiri guna memenuhi kebutuhan mereka pada zamannya. Mereka terus belajar dan berijtihad.
BAB III
MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang Sosial Politik
Daulah Abbasiyah didirikan pada tahun 130 H (750 M), dengan khalifah pertamanya adalah Abu Abbas as-Shaffat. Daulah Abbasiyah ini berkuasa sampai tahun 656 H (1258 M) dengan 37 orang khalifah silih berganti.
Pada priode pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi, karena pada masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.
Selain dalam bidang perekonomian, bidang industri pun mengalami peningkatan dengan pesat yaitu seperti industri kertas sebagaimana yang dibuat oleh China telah dapat diusahakan pada masa Harun al-Rasyid.
Dengan demikian, kertas yang berlimpah itu telah ikut memacu perkembangan. Kemantapan dalam bidang politik memungkinkan ekonomi yang berkembang dengan pesat pembangunan dalam segala bidang, baik pertahanan ataupun industri dan perdagangan meningkat luar biasa sehingga dana yang meningkat dan melimpah ruah itu menunjang pengembangan ilmu. Bahan pengetahuan, baik tentang agama atau bukan, yang tersimpan dalam ingatan ataupun tercatat dalam lembaran telah cukup banyak, hal ini mendorong untuk segera diadakan penulisan ilmu secara lebih sistematis. Sehingga pada masa Khalifah al-Ma’mun yang dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu mengadakan penerjemahan buku-buku asing secara besar-besaran. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah dari Kristen dan penganut agama lain yang ahli.
Dari pertikasi antara golongan diantara umat Islam dan non Islam telah ikut pula merangsang kesungguhan para ulama untuk menekuni bidang ilmu. Dan al-Ma’mun juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
B. Berkembangnya Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal dengan lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga yang bersifat nonformal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh berkembang bentuk-bentuk lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bercorak nonformal tersebut adalah:
a. Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab adalah tempat belajar menulis. Pada mulanya, diawal perkembangan Islam, kuttab tersebut dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca. Sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang terkenal pada masanya. Kemudian pada akhir abad pertama Hijriyah, mulai timbul jenis kuttab yang disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca al-Qur'an dan pokok-pokok ajaran agama. Pada mulanya, kuttab jenis ini merupakan pemindahan dari pengajaran al-Qur'an yang berlangsung di mesjid, yang sifatnya umum (bukan saja bagi anak-anak, tetapi terutama bagi orang-orang dewasa). Dengan demikian, kuttab tersebut berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.
b. Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab. Pada umumnya, di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut selaras dengan anak-anaknya dan tujuan yang dikehendaki orang tuanya (para pembesar di istana), sesuai dengan kebutuhan anaknya kelak sebagai calon pewaris kerajaan.
c. Toko-toko Kitab
Pada permulaan masa Daulah Bani Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual-beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, tetapi juga merupakan tempat berkumpul para ulama, pujangga dan ahli-ahli ilmu pengetahuan lain untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah. Jadi, sekaligus berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
d. Rumah-rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, al-Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al-Fashihi, Ya’qub Ibnu Killis, wazir Khalifah al-Aziz Billah.
e. Majlis atau Saloon Kesusastraan
Dengan majlis saloon kesusastraan, dimaksudkan adalah untuk majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Dalam majlis sastra tersebut, bukan hanya membahas dan mendiskusikan masalah-masalah kesusastraan saja, melainkan juga berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai kesenian. Pada masa Harun al-Rasyid (170-193 H), majlis sastra ini mengalami kamajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan dan juga mempunyai kecerdasan, sehingga khalifah sendiri aktif didalamnya. Sedangkan negara berada dalam kondisi yang aman, tenang dan dalam zaman pembangunan. Pada masanya sering diadakan perlombaan antar ahli-ahli syair, perdebatan antar fuqaha dan diskusi para sarjana berbagai macam ilmu pengetahuan.
f. Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)
Sejak berkembang luasnya Islam dan bahasa Arab digunakan sehingga bahasa pengantar oleh bangsa-bangsa diluar bangsa-bangsa Arab yang beragama Islam. Kalau di kota-kota, bahasa yang dipakai adalah bahasa pasaran dan campur baur dengan bahasa-bahasa lain. Ternyata kalau di badiah-badiah atau dusun-dusun tempat tinggal orang-orang Arab tetap mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Oleh karena itu, khalifah-khalifah biasanya mengirimkan anak-anaknya ke badiah-badiah ini untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih lagi murni dan mempelajari pula syair-syair serta sastra Arab dari sumbernya yang asli.
g. Rumah Sakit
Pada masa jayanya perkembangan kebudayaan Islam, dalam rangka menyebarkan kesejahteraan dikalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah-rumah sakit oleh kahlifah dan pembesar-pembesar negara. Rumah-rumah sakit tersebut, bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
h. Perpustakaan
Pada zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku adalah merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Disamping itu, berkembang pula perpustakaan-perpustakaan yang sifatnya umum, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau merupakan wakaf dari para ulama dan sarjana. Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid adalah merupakan satu contoh perpustakaan Islam yang lengkap yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan berbagai buku-buku terjemahan dari bahasa-bahasa Yunani, Persia, India, Qibty dan Arany. Perpustakaan-pepustakaan dalam dunia Islam pada masa jayanya dikatakan sudah menjadi aspek budaya yang penting, sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber pengembangan ilmu pengetahuan.
i. Masjid
Semenjak berdirinya di zaman Nabi Muhammad SAW mesjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan baik bagi anak-anak dan orang-orang dewasa.
Kemudian pada masa Khalifah Bani Umayyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama mengajarkan ilmunya di mesjid. Tetapi, majlis khalifah berpindah ke mesjid atau ke tempat tersendiri. Mesjid-mesjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.
C. Berdirinya Madrasah-madrasah
Madrasah adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam. Dan model madrasah itu tidak sama dengan mesjid atau lembaga pendidikan Islam lainnya.
Antara madrasah dengan lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya mempunyai perbedaan, dimana lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah tidak diatur secara administratif, sedangkan madrasah memiliki administrasi yang terarur dan rapi sehingga pelaksanaan pendidikan mengikuti aturan yang diterapkan oleh pengelola madrasah.
D. Sarjana-sarjana Muslim
1. Al-Kindi
Al-Kindi atau nama lengkapnya ialah Abu Yusup Ya’qub Ibn Ishak Ibn al-Shaban Ibn Imran Ismail Ibn Muhammad Ibn al-Asyats Ibn Qais al-Kindi. Ia dilahirkan pada tahun 185 H atau 801 M di Kufah pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan wafat tahun 873 M. Al-Kindi dipandang sebagai salah seorang filosof muslim pertama yang lahir di dunia Islam dan dikenal sebagai filosof Islam yang bergelar “Filosof Arab”.
2. Al-Farabi
Nama lengkapnya adalah Abu Nashir Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tharkam Ibnu Auzalagh al-Farabi, ia dilahirkan pada tahun 870 M (257 H) di desa Wasit, suatu daerah kota Farab, yaitu wilayah kekuasaan Turki.
Al-Farabi adalah seorang filosof muslim yang telah meninggalkan sejumlah tulisan yang penting, yang pada umumnya berupa risalah-risalah pendek dan kebanyakan karyanya merupakan terjemahan, komentar dan ulasan-ulasan dari karya Plato dan Aristoteles.
3. Ibnu Miskawaih
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Khazin Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’kub Miskawaih, Ia dilahirkan di Ray (sekarang Taheran) pada tahun 320 H / 532 M. Ia wafat pada tahun 421 H / 1030 M.
Perhatiannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kesustraan amat besar. Pada masa inilah Ibn Miskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi bendaharawan ahdud al-daulah, dan pada masa ini juga terkenal sebagai filosof, thabib, ilmuwan dan pujangga.
4. Ibnu Sina
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Husain Ibnu Abdillah Ibn Hasan Ibn Ali Ibn Sina. Di Eropa dikenal dengan nama Avi Cenna, ia lahir pada tahun 370 H / 980 H disuatu tempat yang bernama Afsyana di Bukhara. Dalam usia 10 tahun, ia banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal al-Qur'an seluruhnya.
Menjelang usia 17 tahun ia dikenal sebagai seorang ahli kedokteran, ia berhasil mengobati Pangeran Nuh Ibnu Manshur sehingga ia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkunjung ke perpustakaan pangeran. Kesempatan itu digunakannya dengan sebaik-baiknya mengembangkan ilmu pengetahuannya / kemampuannya. Ibnu Sina banyak mengarang buku yang menurut catatan telah menulis 276, baik berupa buku maupun manuskrip.
E. Pendidikan Wanita
K. Hitti menandaskan bahwa anak-anak perempuan diperbolehkan mengikuti sekolah tingkat dasar. Fayyaz Mahmud juga menjelaskan bahwa pada masa Dinasti abbasiyah anak-anak perempuan juga mempunyai kesempatan untuk belajar di maktab-maktab.
Syalabi menyatakan bahwa wanita biasanya menerima pelajaran di rumah dari salah satu anggota keluarga yang khusus didatangkan untuk mereka. Adapun ilmu yang penting bagi kaum wanita adalah ilmu tentang akhlak, hubungan dengan sosial, atau muamalah dan kesehatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wanita telah diberi kesempatan untuk mengikuti kelas-kelas terbuka, tetapi wanita yang dapat merasakan kesempatan ini jumlahnya relatif sedikit.
BAB IV
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN
A. Latar Belakang
Menurut M.M. Syarif, sebagaimana dikutip oleh Zuhairimi menjelaskan bahwa gejala kemunduran pendidikan Islam mulai tampak setelah abad ke-13 M yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam sampai pada abad ke-18M. Selama masa ini pendidikan Islam lewat lembaga madrasahnya sangat terbatas dalam bidang pendidikan Naqliyah dan Lisaniyah. Tidak lagi secemerlang zaman Abbasiyah dimana pendidikan meliputi Naqliyah, Aqliyah dan Lisaniyah berkembang secara seimbang. Walaupun demikian masih ada juga madrasah-madrasah yang mempelajari kedokteran, filsafat, ilmu musik tapi jumlahnya sangat sedikit. Singkatnya, pendidikan dan pengajaran Islam pada masa itu jauh menurun.
Setelah Mesir jatuh dibawah kekuasaan Sultan Salim Dinasti Usmaniyah Turki, Sultan Salim memerintahkan supaya kitab-kitab di perpustakaan dan barang-barang berharga di Mesir dipindahkan ke Istanbul. Keturunan Sultan Mameluk, ulama-ulama dan para pembesar yang berpengaruh di Mesir dibuang ke Istanbul. Berpindahnya ulama-ulama dan kitab-kitab perpustakaan Mesir ke Istanbul, maka Mesir sebagai pusat ilmu pengetahuan pada masa Mameluk menjadi tidak berarti sama sekali.
Masa Usmaniyah merupakan zaman yang paling suram dalam sejarah pendidikan Islam, pada masa itu hampir tidak ada lagi ulama yang lahir dan tidak ada lagi pemikir yang menemukan buah pikirnya yang original. Memang Sultan-sultan Usmaniyah tampil juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah, namun tidak lebih baik daripada yang pernah diselenggarakan oleh Sultan-sultan Mameluk.
Al-Azhar yang pernah populer pada masa Mameluk, maka pada masa Usmaniyah al-Azhar hanya lembaga pendidikan yang tidak terhitung. Bidang studi yang diajarkan tidak lebih dari ilmu-ilmu Naqliyah dan Lisaniyah, sedangkan ilmu-ilmu Aqliyah seperti; filsafat, ilmu pasti dan sebagainya dianggap haram mempelajarinya. Ini dikarenakan meluasnya perkembangan paham sufistik.
B. Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
M.M. Syarif mengungkapkan bahwa pikiran Islam menurun setelah abad ke-13 M dan terus melemah sampai abad ke-18 M. Diantara sebab-sebab melemahnya pikiran Islam tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Telah berlebihannya filsafat Islam (yang bercorak sufistik) yang dimasukkan oleh imam al-Ghazali dalam alam Islami di Timur dan berlebihannya pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat islamnya (yang bercorak rasionalistik) ke dunia Islam di Barat.
2. Kehidupan sufi berkembang dengan pesat. Madrasah-madrasah yang ada dan berkembang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi.
3. Umat Islam, terutama para pemerintahnya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang.
4. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan terhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.
Dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan zaman. Ketidakmampuan intelektual tersebut merealisasi dalam “pernyataan” bahwa pintu ijtihad telah tertutup, maka terjadilah kebekuan intelektual secara total.
Kehancuran total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan di bagian Timur dan Barat dunia Islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan di seluruh dunia Islam.
Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan Islam dan pengajaran pada masa ini, nampak jelas dalam sangat sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran pada umumnya madrasah-madrasah yang ada. Pada masa ini madrasah-madrasah tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu Aqliyah, kalaupun ada sangat sedikit sekali.
C. Profil Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran
Adapun profil pendidikan pada masa kemunduran pendidikan Islam dapat kita tampilkan secara garis besarnya. Sistem pengajaran pada masa Mameluk sudah mengarah kepada metode penghafalan, maka pada masa Mameluk metode menghafal berbagai matan merupakan sistem pengajaran yang sudah melembaga seperti menghafal Matan al-Jurumiyah, Matan Taqrib, Matan Alfiyah, Matan Sullan, dan lain-lain. Sistem diskusi, simposium yang pernah berkembang pada masa kejayaan pendidikan Islam tidak terdengar lagi penyelenggaraan. Disamping itu, ilmu tasawuf merupakan satu-satunya ilmu yang berkembang sangat pesat.
Kenyataan diatas memang dapat dibuktikan karena ulama-ulama pada masa Mameluk boleh dikatakan tidak ada mencipta lagi, lebih-lebih pada masa Usmaniyah. Mereka hanya mengunyah-ngunyah kitab-kitab para ulama terdahulu dengan meringkas kitab-kitab lama yang panjang.
Biasanya, kurikulum dilaksanakan atas metode urutan mata pelajaran. Jadi, sebagai contoh urutan tersebut; Bahasa dan Tata Bahasa Arab, Kesusastraan, Ilmu Hitung, Filsafat, Hukum, Yurisprudensi, Teologi, Tafsir al-Qur'an dan Hadits. Si murid melewati kelas demi kelas dengan menyelesaikan satu mata pelajaran dan memulai lagi satu mata pelajaran yang lebih tinggi. Dengan sendirinya sistem ini tidak memberikan banyak waktu untuk setiap mata pelajaran. Tetapi metode ini bukanlah satu-satunya metode yang dipakai. Seringkali seorang murid mulai dengan suatu ringkasan dalam sebuah mata pelajaran dan di kelas selanjutnya ia mempelajari pelajaran yang sama secara terperinci dengan disertai komentar-komentar.
Tugas guru pada masa ini adalah mengajarkan komentar-komentar orang lain disamping teks aslinya dan biasanya tanpa menyertakan komentarnya sendiri dan bahkan tidak ada persesuaian pendapat tentang mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya.
Begitulah gambaran keadaan pendidikan pada masa Mameluk dan Usmaniyah ini, para pelajar banyak yang melarikan diri dari belajar filsafat, eksakta dan ilmu-ilmu Aqliyah lainnya ke dunia pembahasan Naqliyah semata. Apalagi al-Azhar telah mengharamkan filsafat sehingga pengetahuan yang dirintis pada masa kebangkitan pendidikan Islam dan maju pesat pada masa kejayaan pendidikan Islam menjadi ilmu pengetahuan yang menjijikkan. Sebagai gantinya tasawuf berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya berbagai macam thariqat dan memberikan pengaruh yang sangat besar pada masa itu.
D. Beberapa Ulama Terkenal Pada Masa Kemunduran
Meskipun keterpurukan dan kemunduran terjadi dalam pendidikan Islam, namun pada masa Mameluk dan Usmaniyah masih terdapat ulama-ulama mujtahid, tetapi tidak dapat dikategorikan kepada imam mujtahid mutlak seperti imam mujtahid pada masa kejayaan pendidikan Islam. Adapun imam mujtahid dimaksud adalah seperti:
1. Izuddin bin Abdus Salam (wafat 660 H).
2. Ibnu Hajar al-Asqalny (774-852 H).
3. Imam Nawawi as-Syafi’e (631-676 H).
4. Syekh Zakaria al-Anshary (wafat 924 H).
5. Syekh Samsuddin Ramaly (wafat 1004 H).
6. Dan masih banyak lagi ulama yang tidak terkoper dalam makalah ini.
BAB V
MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam
Pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek pendidikan Islam dalam praktek (termasuk pengajaran). Timbulnya pembaharuan pendidikan Islam diawali oleh pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di Mesir yang dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Pendidikan oleh Napoleon Bonaparte 1998 M adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam.
Untuk mendapatkan kesadaran tentang kelemahan dan keterbelakangan umat Islam, ekspedisi Napoleon tersebut bukan hanya menunjukan akan kelemahan umat Islam, tetapi juga sekaligus menunjukkan kebodohan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping membawa sepasukan tentara yang kuat, juga membawa seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian di Mesir. Inilah yang membuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan keterbelakangannya. Sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan mereka termasuk usaha-usaha di bidang pendidikan.
B. Pemikiran Pembaharuan dalam Islam
Secara garis besar dalam bukunya Musyrifah Sunanto disebutkan bahwa ada beberapa macam gerakan pembaharuan di dunia Islam, yaitu:
a. Wahabiyah atau salafiyah, pembinanya adalah Muhammad Abdul Wahab yang tumbuh di Hizaz (Arab). Gerakan ini timbul sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang telah dirusak oleh ajaran-ajaran yang menyimpang. Untuk melepaskan umat Islam dari kesesatan ini, maka umat Islam harus kembali kepada Islam yang murni.
b. Pembaharuan dalam Islam (modernisasi Islam), pembinanya adalah Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho. Gerakan ini tumbuh di Mesir sebagai intelektual Islam. Gerakan ini berupaya untuk menyaring kemajuan Barat dan menyesuaikan dengan perikehidupan umat.
c. Westernisasi dalam Islam, maksudnya gerakan ini mengajak umat untuk menerima pengetahuan Barat.
C. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab-sebab kemunduran umat Islam dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dimiliki oleh orang Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam, yaitu:
1- Pola pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern Eropa.
Golongan ini berpandangan bahwa sumber kesejahteraan yang dialami oleh orang Barat adalah hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka capai.
2- Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada tujuan pemurnian kembali ajaran Islam.
Golongan ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri adalah sumber dari kemajuan dan perkembangan peradaban modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan umat manusia.
3- Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan bersifat nasionalisme.
Golongan ini berpandangan bahwa bangsa Barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuasaan-kekuasaan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa timur bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing.
BAB VI
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama (da’i) dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah pertama itu tidak bertendensi apa pun selain bertanggungjawab menunaikan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama mereka berlalu begitu saja. Tidak ada catatan sejarah atau prasasti pribadi yang sengaja dibuat mereka untuk mengabadikan peran mereka, ditambah lagi wilayah Indonesia yang sangat luas dengan perbedaan kondisi dan situasi. Namun, secara garis besar perbedaan pendapat itu dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Pendapat pertama dipelopori oleh sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronce yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat (bukan dari Arab langsung), dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan Samudra Pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat.
b. Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (+ abad 7 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat Internasional sudah dimulai jauh sebelum abad 13 melalui selat Malaka.
c. Sarjana Muslim kontemporer Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-basaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai.
Bersamaan dengan para pedagang datang pula da’i-da’i dan musafir-musafir sufi. Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan para pedagang, hal itu memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik, sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat Muslim.
Tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut :
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran.
b. Dakwah, yang dilakukan oleh muballig yang berdatangan bersama para pedagang.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, muballig dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga Muslim dan masyarakat Muslim.
d. Pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e. Tasawuf dan tarekat. Bersamaan dengan pedagang,datang pula para ulama, da’i dan sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang diangkat menjadi penasihat dan atau pejabat agama di kerajaan. Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
§ Dengan membentuk kader muballig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam di daerah asalnya.
§ Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat.
f. Kesenian. Saluran yang banyak sekali untuk dipakai penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo, banyak mempergunakan cabang seni untuk islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
B. Pendidikan Islam di masa permulaan
1. Sistem pendidikan langgar
Pada awalnya berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal. Agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim, sambil berdagang mereka menyiarkan agama Islam. Setiap ada kesempatan mereka memberikan pendidikan dan ajaran agama Islam. Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan berupa contoh dan suri teladan. Mereka berlaku sopan, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta menghormati adat istiadat yang ada, yang menyebabkan masyarakat Nusantara tertarik untuk memeluk agama Islam.
Pendidikan agama Islam di langgar bersifat elementer, dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab (Hijaiyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci alqur’an. Pengajian
Alqur’an pada pendidikan langgar dibedakan kepada dua macam, yaitu:
§ Tingkatan rendah, merupakan tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf alqur’an sampai bisa membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampung, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari dan pagi hari sesudah salat subuh.
§ Tingkatan atas, pelajarannya selain diatas tersebut ditambah lagi dengan pelajaran lagu, kasidah, barzanji dan tajwid.
2. Sistem pendidikan pesantren.
Adapun sistem pendidikan di pesantren dapat digambarkan sebagai berikut
Pada pagi hari setelah salat subuh, para santri melakukan pekerjaan kerumah-tanggaan untuk guru, seperti membersihkan halaman, mengerjakan sawah dan sebagainya. Setelah itu, baru diberikan pelajaran. Pelajaran utama dengan dielingi belajar sendiri. Pada siang hari murid beristirahat dan pada sore harinya belajar lagi. Dalam melakukan semua kegiatan waktu salat berjamaah selalu diperhatikan.
Adapun metode yang dilakukan:
§ Metode wetonan atau halaqah.
§ Metode sorogan.
C. Islam di Masa Kerajaan Islam Sumatera.
Seminar masuknya Islam di Indonesia yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1963 menyimpulkan sebagai berikut :
§ Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke-7 M/ 1 H dibawa oleh pedagang dan muballig dari negeri Arab.
§ Daerah yang pertama dimasuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu di daerah Barus.
D. Masuknya Islam ke Pulau Jawa
Islam untuk pertama kali masuk di Jawa pada abad ke-14, (tahun 1399 M) dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdem Ishak yang menetap di Gresik. Pada zaman itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit bernama Sri Kertabumi mempunyai istri yang beragama Islam bernama puteri Cempa. Kejadian tersebut sangat berpaedah bagi dakwah Islam. Dan puteri Cempa melahirkan putra bernama Raden Fatah yang menjadi raja Islam yang pertama di Jawa. Raden Fatah bergelar Sultan Almsyah Akbar.
E. Walisongo
Dakwah di Jawa makin memperoleh bentuknya yang lebih mantap dengan adanya pimpinan yang disebut Walosongo (sembilan tokoh pemimpin dakwah Islam di Jawa). Ada hubungan timbal balik antara peranan walisongo dengan kerajaan Demak di bidang dakwah Islam, yakni berdirinya kerajaan para wali. Raden Fatah menjadi raja adalah atas keputusan para wali juga. Pada tahun 1476 Raden Fatah mendirikan pesantren.
Para walisongo ditinjau dari kepribadian dan perjuangan dakwahnya termasuk kekasih Allah. Dan ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam kerajaan Demak, mereka adalah penguasa pemerintahan. Dengan demikian maka sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat umum dan kalangan pemerintah. Jadi Walisongo adalah orang-orang saleh yang tingkat takwanya kepada Allah sangat tinggi, pejuang dakwah Islam dengan keahlian yang berbeda. Ada yang ilmu tasawufnya, ada seni budayanya, ada yang memegang pemerintahan dan militer secara langsung. Semuanya diabdikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.
F. Kerajaan Islam di Kalimantan
Islam masuk di Kalimantan pada abad ke-15 M dengan cara damai dibawa oleh muballig dari Jawa. Pada tahun 1710 di Kalimantan terdapat seorang ulama besar bernama Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalampayan yang terkenal sebagai pendidik dan muballig besar. Pengaruhnya meliputi seluruh Kalimantan (Selatan, Timur dan Barat). Ia menulis kitab-kitab agama. Pada waktu kecil ia diasuh dan dikirim untuk belajar ke Makkah dan Madinah.
Sistem pengajaran kitab agama di pesantren Kalimantan sama dengan sistem pengajian kitab di pondok pesantren di Jawa, terutama cara-cara menerjemahkan ke dalam bahasa daerah. Salah seorang tokoh Islam yang masuk di Kalimantan Barat ialah Syarif Abdulrahman Al-Kadri dari Handramaut pada tahun 1735 M dan kawin dengan putra Dayak yang akhirnya mewarisi kerajaan di Kalimantan Barat. Salah seorang pejuang dari Kalimantan Selatan ialah Pangeran Antasari lahir pada tahun 1790 M, Pangeran Antasari melawan Belanda untuk membela agama Islam dan tanah air.
G. Kerajaan Islam di Sulawasi
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo tahun 1605 M. Rajanya bernama I Malingkang Daeng Mayonri yang kemudian berganti nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul dibelakngnya raja Gowa bernama Sultan Alauddin. Dalam waktu dua tahun seluruh rakyat telah memeluk Islam. Muballig Islam yang sangat berjasa di sana ialah Abdul Qadir Khatib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan Giri. Seorang Portugis bernama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah mengunjungi Sulawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballig) Islam dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam dakwah Islam sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Di antara raja-raja itu sudah ada perjanjian yang berbunyi: “Barang siapa yang menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada raja-raja yang menjadi sekutunya”. Jalan di sini berarti jalan hidup atau agama. Dengan demikian maka Islam ikut mempersatukan kerajaan-kerajaan yang semula berperang.
Dari Sulawesi Selatan, agama Islam berkembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan Hasanuddin, ke daerah Bolaang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke Gorontalo tahun 1612 M. Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi Selatan menjalar masuk di Pulau Nusa Tenggara, yaitu ke Bima (Sumbawa) dan Lombok, di bawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa dikuasai kerajaan Gowa pada tahun 1616 M.
BAB VII
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN
A. Pendidikan Islam pada Masa Penjajahan Belanda
Penaklukan bangsa Barat atas Indonesia dimulai dalam bidang perdagangan, kemudian dengan bidang militer. Kedatangan mereka memang membawa kemajuan tehnologi, tetapi tujuan sebenarnya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahan. Begitu pula dalam bidang pendidikan, barat tak hanya memperkenalkan sistem dan metode baru, tetapi juga untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah rendah. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan sebenarnya adalah westernisasi dan pasternisasi pagmatif untuk kepentingan Barat dan Nasrani, dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan Barat di Indonesia + 3,5 abad (350 tahun).
Ditinjau dari segi perkembangan pendidikan Islam, Belanda berusaha untuk melemahkan pendidikan Islam, antara lain dengan usaha-usaha sebagai berikut:
1- Para penghulu, para madin semuanya dibebaskan dari kewajiban dalam lapangan pendidikan dan pengajaran.
2- Hasil dan pemungutan zakat, sedekah, wakaf untuk membiayai pendidikan dan pengajaran semua dihapuskan, dimasukkan kedalam kas untuk memperbaiki kehidupan para penghulu dan kawan-kawannya.
3- Wakaf tanah, sawah ditujukan untuk membiayai usaha pendidikan dan pengajaran Islam, lalu diputarkan menjadi wakaf mesjid saja.
4- Orang-orang yang diangkat jadi penghulu dan pegawai-pegawainya adalah menurut kemauan pemerintahan Belanda saja meskipun bukan ahli agama.
Usaha-usaha tersebut adalah beberapa kegiatan pemerintahan Belanda untuk melemahkan pendidikan Islam. Kebijaksanaan dalam mengatur jalannya pendidikan tentu saja dimaksudkan untuk kepentingan mereka sendiri, terutama untuk kepentingan agama Kristen.
Kemunduran pendidikan Islam itu sampai puncaknya sebelum tahun 1990. Bahkan pada tahun 1882 Belanda membuat badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam. Tahun 1925 Belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat, bahwa tidak semua kyai boleh memberikan pelajaran mengaji.
Pada tahun 1901 Belanda melalukan politik etis yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa dan memberikan hak-hak pendidikan pada pribumi, dengan tujuan untuk mempersiapkan pegawai-pegawai yang bekerja untuk Belanda, juga untuk menghambat pendidikan tradisional. Belanda juga tidak mau mengakui lulusan-lulusan tradisional karena mereka dianggap tidak bekerja di pabrik maupun sebagai tenaga birokrat.
Kehadiran sekolah-sekolah pemerintahan Belanda mendapat kecaman sengit dari ulama. Para ulama mencemaskan sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena sekolah-sekolah ini akan melahirkan kaum intelektual pribumi yang sekuler.
Demikian beberapa kebijaksanaan pemerintahan Belanda terhadap umat umat Islam di Indonesia. Jika kita lihat peraturan-peratuan pemerintahan Belanda yang sedemikian keras, maka tampaknya dalam tempo yang singkat pendidikan islam akan lumpuh dan porakpoganda, akan tetapi kenyataan berbicara lain, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah justru adalah keadaan sebaliknya.
B. Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Jepang
Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Bangsa Jepang bercita-cita besar menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Perkembangan ekonomi dan industri Jepang memberi gambaran bahwa tampaknya perluasan wilayah itu mutlak diperlukan. Oleh karena itu rencana “kemakmuran bersama Asia raya” dianggap sebagai suatu keharusan dan oleh kalangan militer diterima dan disambut dengan hangat karena menjanjikan adanya prestasi kepahlawanan dan dedikasi.
Dengan demikian maka kejayaan dan masa keemasan kaum penjajahan Belanda lenyap, ketika pada tanggal 8 Maret mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang.
Kendatipun demikian bangsa Indonesia belum bebas dari penjajahan sebab Jepang mengambil alih pendudukan Indonesia dari Belanda. Selanjutnya Indonesia memasuku alam baru dibawah pemerintahan Jepang.
Pada awalnya, pemerintah Jepang mengambil hati umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia, dengan cara berikut ini:
1- Kantor urusan agama yang pada zaman Belanda dipinpin oleh orang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang yaitu dibawah pimpinan umat Islam sendiri oleh Kyai H. Hasyim Asy’ari.
2- Pondok pesantren yang besar-besar mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3- Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4- Disamping itu pemerintah Jepang mengijinkan pembentukan barisan Hizbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam.
5- Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipinpin oleh Kyai H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
Maksud dari pemerintahan Jepang adalah supaya kekuatan umat Islam dan Nasional dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang.
Setelah Jepang memasuki perang dunia II dan kedudukan Jepang terjepit oleh sekutu, Jepang semakin menekan dan menjalankan kekerasan terhadap bangsa Indonesia. Hasil kekayaan bumi Indonesia dikuras untuk pembiayaan perang Asia Timur Raya. Jepang lalu memberlakukan kerja paksa (romusha). Kemudian Jepang membentuk badan-badan rakyat semesta, Sepuh maimao peta dan lain-lain. Sehingga kehidupan bangsa Indonesia semakin tertindas dan menderita. Oleh karena itu lahirlah pemberontakan-pemberontakan misalnya pertahanan PETA di Blitar Jawa timur mengadakan pemberontakan, bahkan alim ulama juga mengadakan perlawanan politik.
Mengenai tujuan pendidikan pada zaman penjajahan Jepang disebut “Hakka Ichiu” mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu, pelajar-pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran dan indaktranisi ketat.
Pada akhir zaman penjajahan Jepang, sebenarnya terdapat tanda-tanda tujuan mereka menjepangkan anak-anak Indonesia, sehingga digerahkanlah barisan propoganda Jepang yang terkenal dengan nama “sendenburg” yang diberi tugas untu menanamkan idiologi baru, idiologi itu harus menghancurkan idiologi Indonesia Raya.
Kendatipun demikian ada beberapa hal yang perlu dicatat pada zaman Jepang ini, yaitu perubahan yang cukup mendasar di bidang pendidikan, yaitu:
1- Hapusnya dualisme pengajaran, yaitu dihapuskan sistem pengajaran Belanda yang dualisme (membedakan dua jenis pengajaran barat dan pengajaran bumi putra).
2- Pemakaian bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap sekolah.
Sikap penjajahan Jepang ternyata lebih lunak, sehingga gerakan pendidikan Islam lebih bebas berkembang dibanding pasa penjajahan Belanda, karena Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang lebih penting bagi mereka adalah kepentingan perang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya.
BAB VIII
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEBANGKITAN NASIONAL
Pada permulaan abad 20, Indonesia mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan dibidang agama, pendidikan dan pencerahan. Pendidikan Islam mengalami perkembangan dari masa kemasa, sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada awalnya pendidikan Islam dilaksanakan secara tradisional, namun sejalan dengan perkembangan zaman, maka terjadi pembaharuan dalam sistem pendidikan islam. Pada awal abad inilah merupakan kebangkitan ummat Islam dari ketertinggalannya dalam bidang pendidikan.[1] Ketertinggalan ini disebabkan Indonesia mengalami penjajahan belanda yang secara spritual telah memerosokkan ummat ke taraf terendah dalam kondisi ilmiah. Kesadaran pembaharuan ini banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh ulama yang telah selesai mengecap pendidikan di timur tengah.
Berbicara tentang pembaharuan pendidikan islam di Indonesia, mengharuskan kita membahas gerakan-gerakan pembaharuan yang dilakukan para tokoh-tokoh tersebut yakni dengan mendirikan organisasi-organisasi keislaman dibidang pendidikan dan kemasyarakatan. Mereka mendirikan sekolah-sekolah dan pesantren dengan mengadakan pembaharuan dalam sistem pendidikannya dengan mengadopsi sistem pendidikan moderen. Diantara organisasi-organisasi tersebut adalah al-jamiat Khair, al-Irsyad, Perserikatan Ulama, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Persatuan islam (Persis) dan Matlhaul Anwar. Maka di dalam pembahasan ini akan dijelaskan satu persatu.
A. Organisasi-organisasi Dalam Islam
1. Al-Jami’at Khair
Al-Jamiat Khair didirikan di Jakarta pada tanggal 17 juli 1905 oleh sayid Muhammad al-Fachir bin abdurrahman Al-Masjhur, Syayid bin Abdullah bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab dan Sjehan bin Syihab. Usaha-usaha yang dilakukan jami’at khair adalah mendirikan sekolah dasar pada tahun 1905. Pada sekolah ini bukan saja mengajarkan materi pelajaran agama saja, tapi juga ilmu-ilmu yang bersifat umum, dalam proses belajar mengajar diadakan dikelas-kelas yang telah terorganisasi dengan memakai bangku, kursi, meja papan tulis dan batu kapur, dan bahasa pengantar adalah bahasa indonesia atau bahasa melayu, kemudian bahasa asing juga dipelajari seperti bahasa inggris.
Dalam pengadaan guru-gurunya, jami’at khair mendatangkan guru dari daerah-daerah lain, bahkan dari luar negri.
2. Al-Irsyad
Al-Irsyad berdiri pada tahun 1914 yang didirikan oleh Syaih Umar Maggus, Tahun 1915 berdirilah sekolah Al-Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian di susul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang sehaluan dengan itu.
Al-Irsyad selain memobilisasi tingkat kecerdasan bangsa Indonesia dibidang pendidikan, tidak hanya terbatas bagi orang arab saja, tetapi juga seluruh warga indonesia.
Usaha Al-irsyad untuk memperbaiki manajemen sekolah dimulai tahun 1924, keluar peraturan bahwa hanya anak-anak di bawah umur 10 tahun yang dapat di terima dikelas satu sekolah dasar, sedangkan yang berumur di atas 10 tahun dapat masuk kekelas yang lebih tinggi, tergantung kemampuan ketika ujian masuk. Lama pendidikan disekolah dasar adalah lima tahun. Kemudian yang belajar disekolah guru mempunyai kesempatan untuk praktek mengajar dalam rangka meningkatkan kompetensinya.
Tokoh-tokoh Al-Irsyad menerbitkan beberapa buku dan pamflet-pamflet untuk menyebarkan ide-ide dan fahamnya. Ide-ide mereka itu banyak dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Abduh, yaitu bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya ditekankan pada tauhid, fiqih, dan sejarah yang mana semua itu bersandar pada dalil-dalil Al-qur’an dan hadis Nabi.
3. Perserikatan Ulama
Persyerikatan ulama merupakan gerakan pembaharuan di majalengka, Jawa Barat, yang berdiri tahun 1911 oleh KH. Abdul Halim. Abdul Halim sangat terkesan dengan sistem pendidikan yang ditemuinya di dua lembaga pendidikan, yaitu Bab al-Salam dekat Mekah dan satu lagi di Jeddah. Dalam pandangan kedua lembaga ini telah menggunakan sistem klasikal dalam proses belajar mengajar, menggunakan meja, bangku dan kurikulum yang tersusun sedemikian rupa. Kedua lembaga pendidikan ini kelak menjadi contoh baginya ketika mengadakan perubahan dalam sistem pendidikan tradisional di daerahnya.
Setelah kembali ketanah air, Abdul Halim mendirikan Hayatul Qulub, pada tahun 1911, organisasi ini bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi, organisasi membantu pedagang dan petani dalam persaingan dengan orang- orang cina. Dalam bidang pendidikan Abdul Halim mengadakan pelajaran agama sekali seminggu untuk orang dewasa diikuti 40 orang, materi pelajarannya fiqih dan hadist.
4. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan kemasyarakatan. Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 10 November 1912, bertepatan dengan 8 Zulhijjah 1330 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Tujuan didirikan organisasi ini adalah untuk membebaskan umat Islam dari kebekuan dalam segala bidang kehidupannya, dan praktek-praktek agama yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam. Saat itu, umat islam telah dipengaruhi sikap fatalisma, bid’ah, khurafat, dan konservatisme yang berpengaruh kuat pada kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat muslim indonesia. Kolonialisme dan misi kristen telah memperburuk keadaan umat islam yang semakin terbelakang dan ketinggalan zaman di segala bidang.
Muhammadiyah mulai berkembang ke berbagai daerah di luar yogyakarta setelah tahun 1917. ketika itu budi Utomo mengadakan kongres di yogyakarta, K.H. Ahmad Dahlan menyampaikan ide-ide dan harapan-harapannya dihadapan peserta, sehingga banyak yang tertarik untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di berbagai tempat di pulau jawa. Sedangkan perkembangan Muhammadiyah untuk daerah di luar pulau jawa di mulai di minangkabau diubah menjadi cabang Muhammadiyah pada tahun itu juga. Pada tahun 1927 berdiri cabang Muhammadiyah di Bengkulu. Banjarmasin dan Amuntai sedangkan pada 1929 menyebar sampai ke Arah dan Makasar.
Sebagai organisasi dakwah dan pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pada 1915 Ahmad Dahlan mendirikan sekolah dasarnya pertama diikuti sekolah sekolah Muhammadiyah di pelosok Indonesia. Pada tahun 1925, organisasi ini telah mempunyai 8 Hollands Inlandse School (HIS), sebuah sekolah guru di yogyakarta, 32 buah sekolah dasar 5 tahun, sebuah schakel School, dan 14 buah madarasah.
5. Persatuan Islam
Persatuan Islam (PERSIS) didirikan secara resmi pada tanggal 12 September 1923 di bandung, oleh sekelompok orang islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus. Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20, persatuan islam mempunyai ciri tersendiri, di mana kegiatannya dititik beratkan pada pembentukan faham keislaman.
Untuk menyebutkan cita-cita dan pemikirannya PERSIS mengadakan pertemuan umum, tabligh, khotbah-khotbah, kelompok-kelompok studi, mendirikan sekolah-sekolah dan menyebarkan atau menerbitkan pamflet-pamflet, majalah-majalah dan kitab-kitab. Dua orang tokoh persis yang terkenal adalah A. Hassan dan Mohammad Natsir.
Dibidang pendidikan, persis mendirikan sebuah madrasah yang pada awalnya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota PERSIS, tetapi kemudian, madrasah ini dibuka bagi anak-anak lainnya.
Dalam bidang pendidikan persis mendirikan sebuah madrasah yang pada awalnya dikhususkan bagi anak-anak anggota persis, tetapi belakangan terbuka bagi anak-anak lain. Selain itu diadakan kursus-kursus dalam bidang agama untuk orang dewasa. Guru yang membimbing kursus ini adalah A.Hassan dan Haji Zam-Zam.
Selain itu persis juga mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama pesantren PERSIS di bandung pada tanggal 1 zulhijjah 1354( 1936). Tujuan dari pesantren adalah mempersiapkan calon-calon ulama yang tidak kaku menghadapi masyarakat, menghasilkan muballigh-muballigh yang memiliki kemampuan serta kesanggupan menyiarkan, membela serta mempertahankan agama islam.
6. Nahdhatul Ulama
Nahdhatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (33 januari 1926 M).di surabaya oleh beberapa ulama antara lain, KH. Hasyim “Asya’ari, KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Bisri(Jombang). Seperti organisasi lainnya NU juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan pesanteren dan madrasah-madrasah dengan berbagai jenjangnya di tiap-tiap wilayah dan cabang diseluruh Nusantara.
Tahun 1927 baru tujuan organisasi dirumuskan. Organisasi ini bertujuan memperkuat ikatan salah satu dari empat mazhab serta untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk anggota, sesuai dengan islam. Kegiatan ini meliputi usaha untuk memperkuat persatuan di antara para ulama yang masih berpegang teguh pada mazhab, pengawasan terhadap pemakaian kitab-kitab di pesanteren, penyebaran Islam, seperti yang di ajarkan oleh mazhab yang empat, perliasan jumlah madrasah serta perbaikan organisasinya, bantuan kepada mesjid, langgar dan pesantren, dan juga pemeliharaan anak yatim serta fakir miskin. Maksud lain yang penting pula ialah pebentukan badan-badan untuk memajukan usaha para anggota Nahdtul Ulama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pesantren di lingkungan NU yang bercorak pembaharu amat respon terhadap perkembangan masyarakat. Dari segi kelembagaan, madrasah di pesanteren meliputi ibtidaiyah, sederajat dengan SD dengan lama belajar 6 tahun. Usaha-usaha pembaharuan pendidikan di lingkungan NU memberikan pengaruh positif bagi perkembangan kesadaran transformasi di kalangan masyarakat islam di Jawa timur dan Madura yang merupakan basis utama bagi KH. Hasyim Asy’ari.
. Pembaharuan pendidikan yang diterapkan di pesantern tebuireng tersebut merupakan awal yang bagus bagi kemajuan pesantren, khususnya di jawa dan madura. Pada perkembangannya berikutnya, modernisasi tersebut menjadi contoh bagi pesantren di jawa untuk lebih terbuka terhadap sistem pesantren modren. Besarnya pengaruhb KH. Hasyim Asy’ari sangat mendukung bagi penyebar luasan pembaruan pendidikan di pesantren. Setelah Indonesia merdeka dan ketika KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai menteri agama RI., ia pengambil keputusan untuk menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan Barat. Cara yang di tenpuh untuk melaksanakan keputusan ini antara lain dengan melakukan propaganda untuk memasukkan mata pelajaran umum kedalam madrasah. Keputusan departemen agama ini oleh Stenbrinka, di anggap sebagai akibat dari pembaharuan pendidikan yang terjadi di”ibu kota” NU, Jombang. Besarnya pengaruh dan keharisma KH. Hasyim Asy’ari berhasil melunakkan hati para kyai di pedesaan untuk sedikit demi sedikit mentransper sistem pendidikan modren.
7. Matla’ul anwar
Matla’ul Anwar (MA) berdiri pada tahun 1916 di Menes, Padeglan, Jawa barat, oleh KH.Entol Muhammad yasin dan mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal.
Lahirnya MA dipengaruhi oleh sosio kultural dan politik pada saat itu, yaitu adanya kewenangan yang sedemikian luas bagi koloni Belanda dalam mengatur dan mengarahkan rakyat jajahannya, sehingga menimbulkan reaksi keras dari masyarakat dan juga adanya gerakan pembaharuan di berbagai negara Islam, juga di Indonesia dengan timbulnya paham Nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
Pada awalnya materi pelajaran yang dipelajari di lingkungan pendidikan MA adalah menitik beratkan pada mata pelajaran agama, namun mulai tahun 1945 perbandingan mata pelajarannya menjadi 65% untuk agama dan 35% pengetahuan umum. Tingkat sekolahnya adalah ibtidaiyah. Tsanawiyah dan Aliyah.
Tujuan utama dari MA adalah memperjuangkan kesempurnaan tumbuhnya pendidikan dan pengajaran Islam di tengah-tengah masyarakat islam, berbagai usaha dilaksanakan untuk mencapainya antara lain dengan mengorganisir pendidikan dan pengajaran Islam pada madrasah-madrasah, sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren.
BAB IX
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMERDEKAAN INDONESIA
A. Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Setelah Indonesia merdeka penyelenggaraan pendidikan Islam mendapat perhatian yang serius dari pemerintah baik di sekolah negeri maupun di sekolah swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945 yang menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan yang demikian, timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk dibawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajah Belanda pendidikan Islam terbuka secara sangat sempit.
B. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia
1- Kyai Haji Ahmad Dahlan
2- Kyai Haji Hasyim Asy-‘ari
3- Kyai haji Abdul Halim
C. Lembaga Pendidikan Islam Sesudah Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan telah mempunyai Departemen Agama, maka secara instansional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggungjawab kepada pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga dan sebagainya. Lembaga pendidikan islam ada yang berstatus negeri ada yang swasta. Yang berstatus negeri misalnya; MIN, MtsN, MAN, PTAIN (yang kemudian berubah menjadi IAIN).
Pendidikan Islam mulai diajarkan secara resmi di sekolah umum negeri pada tahun 1946, dengan keluarnya SKB mentri agama dan mentri pendidikan. Sebagai tindak lanjutnya adalah penyediaan dan pengadaan tenaga guru agama yang ditugaskan di sekolah-sekolah umum negeri. Untuk memenuhi kebutuhan guru agama islam itu, maka pada tahun 1950 Departemen Agama mendirikan sekolah guru agama Islam (SGAI). Lulusan sekolah ini dipersiapkan untuk menjadi guru agama islam di SD, sedangkan guru agama si SMP dan SMA maka didirikanlah sekolah guru dan hakim Islam.
Dalam jangka waktu beberapa tahun diawal berdirinya kementrian ini telah dikeluarkan berbagai peraturan yang menentukan tugas serta ruang lingkup kementrian agama. Tujuan dan fungsi Departemen Agama dirumuskan pada tahun 1967, yaitu:
1- Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
2- Mengikuti dan memperhatikan hal-hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
3- Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
4- Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
5- Mengurus dan memperkembangkan, mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
6- Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan haji.
D. Tujuan Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan
1- Tujuan yang bersifat individu, mencakup perubahan, yaitu perubahan pengetahuan.
2- Tujuan yang mencakup masyarakat, yaitu perubahan kehidupan masyarakat serta memperkaya pengalaman masyarakat.
3- Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni profesi dan kesertaan masyarakat.
E. Isi Pendidikan Islam Indonesia
Isi pendidikan dan pengajaran agama Islam sampai timbul sistem madrasah, baik yang diajarkan di surau-surau, langgar, mesjid maupun pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1- Pengajian al-Qur’an, adapun pengajiannya adalah:
a. Membaca al-Qur’an
b. Ibadah
c. Keimanan sifat dua puluh
2- Akhlak (dengan ceritera dan contoh teladan).
Pada tingkat yang lebih atas ditambah dengan tajwid lagi qasidah, barzanzi, dan mempelajari kitab perukunan, seperti ilmu nahwu, sharaf, fiqh, tafsir dan lain-lain.
BAB X
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU
Sejak ditumpasnya peristiwa G 30 SPKI pada tanggal 1 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang disebut dengan orde baru. Orde baru adalah salah satu sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945.
Rumusan tersebut semakin sempurna dengan lahirnya UU RI nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dengan dilengkapi beberapa peraturan dalam kerangka pelaksanaannya.
Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan sistem pendidikan nasional, Departemen Agama bertangung jawab mengenai materi dan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Disamping menyelenggarakan pendidikan agama, mentri agama bertanggung jawab dalam hal-hal berikut ini:
1- Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan agama Islam
2- Peningkatan mutu guru-guru agama Islam
3- Perampungan dan penyempurnaan kurikulum
4- Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan agama
5- Peningkatan efektifitas metodologi
6- Pengendalian dan pengawasan
7- Pengembangan pola pembinaan pendidikan terpadu.
Sejak MPRS bersidang pada tahun 1966, telah diupayakan membersihkan sisa-sisa mental G 30 SPKI. Dalam keputusannya, bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan, karena sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari SD sampai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Dengan demikian pendidikan agama makin memperoleh tempat yang kuat dalam sturuktur organisasi pemerintahan dan masyarakat pada umumnya.
[1] Musyrifah Sunanto. Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm, 33
www.peradapanislam.com
www.peradapanislam.com