Dalam masa sekarang kita mendapati masa lalu, dalam masa sekarang
juga kita akan mendapati apa yang akan datang, sejarah memberi pelajaran
kepada kita. _Sindhunata_
Mahasiswa
berasal dari kata ‘maha’ yang berarti besar, agung dan ‘siswa’ yang
berarti orang yang sedang belajar di institusi, dalam hal ini pendidikan
tinggi. Dari definisi tersebut, mahasiswa memikul tanggung jawab besar
dalam melaksanakan fungsinya sebagai kaum muda terdidik yang harus sadar
akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan masa depan.
Dengan sifat dan watak yang kritis, ketajaman intelektual, independensi,
serta energi yang besar, kelompok mahasiswa selalu identik dengan
perubahan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, sejarah mencatat dimana
kaum pemuda khususnya mahasiswa memegang peranan penting dalam tonggak
perubahan di negeri ini. Sebagai anak bangsa yang secara sosial mendapat
kesempatan lebih dibandingkan dengan saudaranya yang lain, mahasiswa
kemudian menjadi penggerak utama dalam banyak dimensi perubahan sosial
politik di tanah air pada masanya. Aktivitas mahasiswa yang merambah
wilayah yang lebih luas dari sekedar belajar di perguruan tinggi inilah
yang kemudian populer dengan sebutan “gerakan mahasiswa”2.
Dalam membaca sejarah pergerakan mahasiswa
perlu diletakkan secara kontekstual sesuai dengan kondisi zaman dimana
dinamika sosial politik menjadi acuan dasar membedahnya. Gerakan
mahasiswa identik dengan aksi penyikapan ataupun penolakan terhadap
kebijakan rezim, mobilisasi massa, boikot serta penyikapan terhadap
isu-isu lokal, nasional, maupun internasional. Berbagai metode dilakukan
baik yang berupa aksi damai, audiensi, diskusi, represif, penyadaran,
turun ke jalan, maupun penyebaran release atau pamflet ke masyarakat,
dan lainnya. Adanya gerakan mahasiswa dengan perannya yang signifikan
dalam perubahan secara langsung akan membongkar mitos lama di
masyarakat, bahwa mahasiswa selama ini dianggap sebagai bagian dari
civitas akademika yang berada di menara gading, jauh dari persoalan yang
dihadapi masyarakatnya3.
Secara overview, gerakan mahasiswa dapat
dibagi menjadi 4 fase besar menurut tinjauan sejarah Indonesia. Yang
pertama, periode pergerakan nasional (1900-1945), yang kedua periode
orde lama (1945-1965), yang ketiga periode orde baru (1965-1998), dan
yang terakhir adalah periode reformasi (1999-sekarang). Sebagai
pembelajaran dari masa lalu, penting untuk diketahui bahwa setiap
periode memiliki zeitgeist-nya masing-masing.
Sejak awal abad ke 20, dengan adanya penjajahan
kolonialisme-imperialisme asing munculah kesadaran untuk melepaskan diri
dalam rangka mencapai kemerdekaan. Pemerintah Belanda memberlakukan
politik etis (balas budi) yang cukup menguntungkan Indonesia kala itu
dimana terdapat kesempatan para kaum muda untuk mengenyam pendididkan
tinggi hingga di luar negeri. Lahirnya Perhimpunan Indonesia yang
diprakarsai oleh mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda pada
tahun 1925 merupakan momentum awal dari semua gagasan dan ide tentang
sebuah gerakan perubahan kaum muda yang plural dan terorganisir secara
modern. Organisasi mahasiswa ini bertujuan untuk membebaskan Indonesia
dari cengkeraman kolonialisme Belanda. Pada tahun 1915, murid-murid
Stovia mulai mencoba memulai gerakan dengan mendirikan Trikoro Dharmo.
Pembentukan Trikoro Dharmo adalah embrio dari momentum sumpah pemuda
yang kemudian membangun rasa persatuan dan kesatuan atas dasar
kebangsaan. Pada masa pergerakan menuju kemerdekaan reaksi keras atas
penjajahan kolonial mulai bermunculan. Dengan tekanan dari pihak
kolonial yang semakin represif, gerakan alternatif seperti kelompok
studi (Study club) dimulai. Analisa terhadap Studie Club jelas
memberikan kesimpulan bahwa kondisi obyektif ekonomi politik pada saat
itu politik kolonial yang semakin represif, yang kemudian berubah
menjadi liberal karena perubahan status ekonomi Belanda dan Hindia
Belanda dapat direspon dan distimulasi oleh kondisi subyektif studie
club yang bertransformasi menjadi sebuah partai4.
Selanjutnya, kejelian kaum pemuda melihat vacum of power pada masa
menjelang proklamasi menjadi titik awal peristiwa penculikan Soekarno
Hatta ke Rengasdengklok yang pada akhirnya menghasilkan Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Berbeda halnya pada periode 1945-1965
pergerakan mahasiswa dan tatanan politik di Indonesia dapat dilihat dari
3 fase besar. Kemerdekaan Indonesia yang dideklarasikan 17 Agustus 1945
menjadi momentum dimana seluruh Ormas, partai politik, kaum pemuda, dan
masyarakat mencapai kesepakatan bulat dalam menyatakan Indonsia sebagai
negara merdeka. Ini merupakan fase pertama, fase seluruh stakeholder
Indonesia memiliki tujuan yang sama. Kemudian fase kedua ditandai dengan
munculnya konsep berbangsa, adanya Piagam Jakarta. Dinamika memanas
ketika terjadi peperangan ideologi antar kaum-kaum yang berkepentingan,
tiap partai mengusung konsep berbangsa yang ideal menurut cara pandang
dan ideologi mereka. Ketiga, fase kelanjutan peperangan ideologi dalam
pemilu 1955 yang memunculkan 3 kekuatan besar PNI (Nasionalis-sekuler),
MASYUMI (Nasionalis-Islam), dan PKI (Komunis).
Gerakan-Gerakan mahasiswa memiliki corak masing-masing yang
merepresentasikan ideologi yang mereka bawa. Untuk mengetahui ekspresi
atau sikap gerakan mahasiswa terhadap kondisi sosial politik yang
berlangsung memang tidak bisa dilepaskan dari tesis Clifford Geertz
tentang politik aliran. Tipologi Geertz ini kemudian dikembangkan oleh
Herbeth Feith dan Lance Castle yang membagi pemikiran politik Indonesia
waktu itu ke dalam lima golongan: marxisme, Sosialisme Demokrat,
Nasionalisme Radikal, Islam (terdiri dari modernisme Islam dan
tradisionalisme Islam) dan tradisionalisme Jawa. Tipologi ini kemudian
berkembang tidak hanya pada wilayah kultural tetapi juga wilayah politik
yaitu mempengaruhi afiliasi pemilih waktu itu (1955). Kondisi
Pergerakan mahasiswa terjebak dalam polarisasi dan fragmentasi yang
tidak jauh berbeda dengan politik aliran Geertz. Organisasi massa
mahasiswa Islam lahir dengan dipayungi kelompok politik yang dominan
waktu itu, atau sebagai underbow partai.
Pada periode 1965-1998, pergerakan mahasiswa dan tatanan politik di
Indonesia bergerak dinamis dalam beberapa fase besar. Diantara beberapa
organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI (Consentrasi gerakan Mahasiswa
Indonesia) menonjol setelah kemenangan PKI di tahun 1955. Dampak dari
Demokrasi Liberal (1950-1959) adalah lahirnya organisasi ekstra kampus
yang merupakan underbow partai-partai politik seperti GMNI, PMII, GMKI,
PMKRI, GEMSOS. Bahkan Himpunan Mahasiswa Islam yang telah lahir lebih
dulu juga dituduh berafiliasi dengan Partai Masyumi. Walaupun isu
tersebut juga telah sebagian di counter oleh kalangan HMI sendiri.
CGMI dan PKI menjadi common enemy gerakan mahasiswa kemudian hal ini
memicu munculnya kesepakatan untuk mendirikan KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia) oleh PMKRI, HMI, PMII, Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal
(SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa
(IPMI).
Perselingkuhan antara militer dan mahasiswa menandai turunnya rezim orde
lama dan berganti rezim orde baru. Pemuda dan mahasiswa banyak terlibat
di dalam tumbuhnya rezim orde baru sehingga lahirlah istilah angkatan
66 yang sukses mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten negara.
Mereka kemudian mendapat reward untuk duduk dalam lingkaran kekuasaan
orde baru.
Realitas berbeda terjadi dalam gerakan mahasiswa angkatan 1966 dan tahun
1974 dimana pada masa ini mahasiswa berkonfrontasi dengan kekuatan
militer. Diawali di tahun 1970-an dengan isu kenaikan BBM, korupsi,
hingga pemborosan anggaran hingga pada akhirnya meledaklah peristiwa
MALARI 15 januari 1974, Momentum tersebut bertepatan dengan kedatangan
Perdana Menteri Jepang Tanaka lahirlah Tritura baru ; ganyang korupsi,
bubarkan Asisten Pribadi Presiden, dan turunkan harga.
Ketika penguasa menganggap mahasiswa telah diluar batas, dimulai sejak
awal tahun 1978 gerakan mahasiswa mulai diberhentikan dengan aksi teror,
pengekangan, intimidasi dan penahanan tanpa sebab. Pemerintah melalui
Daod Joesuf Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberlakukan konsep
NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
Terjadi dikotomi antara gerakan intra-kampus dan ekstra-kampus sehingga
gerakan mahasiswa cenderung mengarah pada kelompok diskusi dan pers
mahasiswa, selain itu mahasiswa dijauhkan dalam politik praktis dengan
adanya UU tentang Organisasi Kemasyarakatan serta munculnya LSM (lembaga
Swadaya Masyarakat) sebagai gerakan alternatif. Hal ini berdampak pada
generasi kampus yang apatis dan posisi rezim pemerintah semakin kuat.
Pada tahun 1980-an, tawaran LSM, literatur populis dan ada juga sedikit
yang struktural terutama yang di Barat, serta belajar keluar negeri
merupakan suatu kondisi objektif yang ditawarkan oleh kapitalisme yang
sedang berada pada titik kontradiksi ekonomi, politik, dan budayanya.
Produktivitas yang rendah (terutama produk yang mempunyai watak
nasionalistis), kemiskinan, gap antara kaya dan miskin, pengangguran,
konsumerisme, kesenjangan harga dan pendapatan, krisis kepemimpinan,
rendahnya kuantitas dan kualitas pendidikan politik, kosongnya dunia
pendidikan, keilmuan dan budaya yang nasionalistis dan pro-rakyat,
perusakan lingkungan, dekadensi moral, dan sebagainya, yang belum pernah
terjadi sedemikian membahayakan dalam sejarah bangsa Indonesia5.
Kondisi popularitas LSM, gelar-gelar akademis, teori-teori dan kesimpu
lan-kesimpulan ilmu-ilmu sosial (tentang masyarakat Indonesia) yang
dipasok dari luar negeri (terutama dari Barat) menyuburkan budaya
diskusi, penelitian masyarakat dan aksi-aksi sosial kedermawanan dan
peningkatan pendapatan6.
Selain itu sebagai akibat dari ditekannya
hasrat politik pergerakan mahasiswa yang ada, maka muncullah
gerakan-gerakan dakwah, sebut saja munculnya LDK di masjid Salman ITB
dimotori oleh Imaduddin Abdulrahim yang berkembang dan menyebar di
seluruh kampus di Indonesia7.
Pada tahun 1990, kebijakan NKK/BKK dicabut
dibawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hasan. Konsep Senat
Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) coba diberlakukan yang kemudian
didalamnya terdapat (Senat Mahasiswa Fakultas) SMF dan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM). Hal ini menjadi awal kebangkitan mahasiswa dan gerakan
90-an berhasil menuntut kebebasan berpendapat dan kebebasan mimbar
akademik sehingga demonstrasi dapat dilakukan di dalam kampus. Selain
itu gerakan mahasiswa mencoba membangun basis-basis sosial dengan cara
turun mengadvokasi kasus-kasus kerakyatan. Hal ini dilakukan oleh SMID
(Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi) dimana mereka memiliki
kader-kader yang merambah kaum buruh dan tani contoh kasus tanah Kedung
Ombo, kasus buruh di Surabaya dan Jabodetabek8.
Selanjutnya, dalam periodisasi pergerakan
mahasiswa tercatat bahwa pertemuan antara cost, momentum, dan
kepentingan menciptakan sebuah revolusi berdarah tahun 1998, ketika
ribuan mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR. Kemudian ini menjadi
titik balik lahirnya era reformasi. Gerakan 98 bersifat momentum dan
ditopang kondisi krisis ekonomi di Indonesia yang mengakibatkan naiknya
harga-harga sembako, apalagi kemarahan massa memuncak ketika terjadi
penculikan aktifis, sampai pula pemukulan dan penembakan mahasiswa yang
turun ke jalan. Dalam hal ini agenda reformasi menuntut diturunkannya
Soeharto, dicabutnya Dwifungsi ABRI, diberantasnya KKN, diamandennya UUD
1945, diterapkannya Otonomi Daerah, serta ditegakkannya supremasi
hukum.
Pasca Reformasi kondisi Indonesia pun berubah, terjadinya desentralisasi (redistribusi kewenangan pusat-daerah), demokratisasi (demokrasi langsung dan elit politik yang lebih variatif), dan liberalisasi (kebebasan pers/media massa dan sistem sosial yang lebih kompleks).
Pasca Reformasi kondisi Indonesia pun berubah, terjadinya desentralisasi (redistribusi kewenangan pusat-daerah), demokratisasi (demokrasi langsung dan elit politik yang lebih variatif), dan liberalisasi (kebebasan pers/media massa dan sistem sosial yang lebih kompleks).
Gerakan Mahasiswa Masa Kini
Dunia perguruan tinggi dan kemahasiswaan sekarang lebih mesra dengan
pemikiran hedonis, pola hidup konsumtif, individualis serta pragmatis.
Sementara gerakan mahasiswa dituntut dapat menjaga demokrasi, menggapai
kesejahteraan, dan mencerdaskan bangsa, padahal kondisi dan tantangan
saat ini adalah IT era (Overload informasi), Cengkaraman Neoliberalisme,
serta Radikalisme yang rentan memicu konflik. Hal yang tentunya akan
menarik dan patut diperbincangkan, Bagaimana pola gerakan mahasiswa yang
mampu menjawab tantangan zaman??
Di masa kini sistem organisasi kemahasiswaan masih merupakan warisan
dari NKK/BKK, dimana terjadi dikotomi gerakan intra dan ekstra kampus.
Selain itu dalam internal kampus terjadi polarisasi mainstream gerakan
seperti BEM dan DEMA yang didaulat sebagai Eksekutif dan Legislatif,
kemudian LPM yang berfungsi sebagai pers kampus, UKM yang mengakomodir
minat dan bakat mahasiswa, LDK yang membumikan dakwah di kampus dan
baru-baru ini Klub studi ilmiah pun menjamur. Terbentuknya spektrum
gerakan mahasiswa yang lebih luas berdampak pada lemahnya konsolidasi
visi, orientasi, maupun tindakan setiap gerakan. Hal ini kemudian
parahnya mengaburkan peran dan tanggung jawab mahasiswa sebagai director
of change. Pemodelan spesifikasi gerakan memiliki kelemahan dalam
konteks pelepasan tanggung jawab. Disorientasi gerakan mahasiswa dan
proses reformasi yang setengah hati menghiasi arah gerakan mahasiswa
masa kini.
Gerakan zaman ini bersifat pragmatis kultural serta memiliki
godaan-godaan yang lebih banyak. Pola fikir serta gaya hidup yang
berubah total di zaman IT (Overload Informasi) dan era Globalisasi
tentunya sangat mempengaruhi kaum muda kita. Gerakan mahasiswa lebih
bersifat “human interest” sehingga Profesionalisme, Entrepreneurship,
Pengabdian Masyarakat, Gerakan Lingkungan tampaknya menjadi alternatif
pilihan bagi para mahasiswa dalam kondisi politik yang benar-benar tidak
bisa diharapkan. Pada hakikatnya gerakan mahasiswa haruslah memiliki
idealisme. Lantas bagaimana gerakan mahasiswa yang akan kita usung ???
Catatan Kaki :
1 Disampaikan dalam Diskusi Umum PTK HMI Cab. Surakarta Komisariat Persiapan Muh. Iqbal, 26 September 2012
2Adie Usman Musa, Melihat Dinamika Gerakan Mahasiswa, makalah dalam sebuah seminar tentang gerakan mahasiswa di kampus UGM, April 2002
3 ibid
4 lebih lengkap dalam Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, http://hmibecak.wordpress.com
5 lebih lengkap dalam Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, http://hmibecak.wordpress.com hal 4
6. Ibid, hal 5
7. Lebih lengkap baca Elizabeth Fuller Collins, Indonesia Dikhianati, Chapter 8
8. lebih lengkap dalam Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, http://hmibecak.wordpress.com
2Adie Usman Musa, Melihat Dinamika Gerakan Mahasiswa, makalah dalam sebuah seminar tentang gerakan mahasiswa di kampus UGM, April 2002
3 ibid
4 lebih lengkap dalam Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, http://hmibecak.wordpress.com
5 lebih lengkap dalam Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, http://hmibecak.wordpress.com hal 4
6. Ibid, hal 5
7. Lebih lengkap baca Elizabeth Fuller Collins, Indonesia Dikhianati, Chapter 8
8. lebih lengkap dalam Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia, http://hmibecak.wordpress.com