Semua
tentu masih ingat peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada
Perang Dunia II tahun 1945. Mungkin inilah kali pertama masyarakat
mengenal tenaga nukir dalam bentuk Bom. Sedemikian dahsyatnya akibat
yang ditimbulkan oleh bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dirasakan
sampai sekarang.
Di samping sebagai senjata pamungkas
yang dahsyat, sejak lama orang telah memikirkan bagaimana cara
memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Sampai saat
ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara
luas dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan,
pertanian, peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran,
pengawetan bahan makanan, bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi
teknik nuklir untuk non energi.
Salahsatu pemanfaatan teknik nuklir
dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara
besar-besaran dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), di
mana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang
relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.
Di Indonesia penggunaan energi meningkat
cukup pesat sejalan dengan upaya perbaikan ekonomi setelah krisis.
Walaupun berbagai upaya restrukturisasi dan reformasi kelembagaan terus
dilaksanakan, kenaikan konsumsi energi masih lebih tinggi dibandingkan
dengan penyediannya. Meskipun mengalami pergeseran dari sumber energi
yang berasal dari bahan bakar minyak ke gas alam dan batu bara, pola
konsumsi energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak
terbarukan.
Potensi energi dan sumber daya mineral
yang sampai saat ini telahdiketahui dan terbukti adalah: minyak 86,9
miliar barel, gas 384,7 TCF, batubara50 miliar ton, dan panas bumi
sekitar 27 GWatt. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia berjumlah 5,8
miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel pertahun. Sementara
itu cadangan terbukti gas bumi sekitar 90 TCF dengan tingkatproduksi
sekitar 3 TCF. Sedangkan cadangan terbukti batubara sekitar 5 miliar
tondengan produksi mencapai 100 juta ton setiap tahunnya. Dengan
demikian, perlu upaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan
(mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan
tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan
mengalami kekurangan pasokan energi.
Selain itu, dengan dimungkinkannya
pembangunan pembangkit tenaga nuklir di Indonesia, pencarian mineral
radioaktif di dalam negeri perlu ditingkatkan. Kegiatan ekonomi yang
meningkat akan membutuhkan penyediaan energi yang makin besar. Dalam
kaitan itu, tantangan utama dalam pembangunan energi adalah meningkatkan
kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar
penerimaan devisa; memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan
penyampaian energi kepada konsumen baik industri maupun rumahtangga;
serta mengurangi secara signifikan ketergantungan terhadap minyak dan
meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan lainnya
dalampenggunaan energi secara nasional.
Nuklir dibutuhkan sebagai sumber energi
termurah dalam proses produksi industri terutama yang menggunakan energi
besar. Mesin-mesin industri otomotif paling boros energi, sehingga
untuk menurunkan biaya produksi dengan membeli energi dari yang termurah
.
Negara – negara industri mayoritas
memanfaatkan nuklir agar kompetitif dalam produksi dan harga jual.
Sebagai contoh negara jepang yang kompetitif produk-produknya karena
memanfaatkan reaktor nuklir dari pembangkit listrik konvensional dari
tenaga air, diesel maupun batubara. Sebaliknya negara-negara yang
menggunakan tenaga listrik model tradisional cenderung lemah dalam
kompetisi perdagangan. Negara-negara tersebut biasanya dimanfaatkan
sebagai lokasi perakitan dan segmen konsumen. Meskipun banyak negara
yang justru sebagai penghasil unsur radioaktif namun dilarang
memanfaatkan potensi tersebut.
Indonesia, seperti yang publik pahami,
potensi unsur radioaktif yang tergabung dalam mineral tambang dan
kemudian diekstraksi sehingga menjadi unsur tunggal nuklir yang tidak
dilakukan di dalam negeri. Proses pemisahan ini memerlukan kelengkapan
keamanan kompleks dan tingkat teknologi tinggi, sehingga belum mampu
dibangun baik oleh pemerintah maupun swasta.
Potensi Manfaat dan resiko tersebut
kemudian dikendalikan oleh negara-negara maju. Produk dari proses
tersebut kemudian di konsumsi oleh masyarakat di negara-negara
berkembang. Tingkat persaingan yang tidak seimbang ini dalam banyak
sektor dimenangkan negara-negara maju akibatnya akibatnya sektor
industri produk substitusi di negara-negara berkembang perlahan menurun
dan akhirnya beralih menjadi importir.
Oleh :
Widi Rulianto & Zamal Nasution