Dalam kehidupan modern ini, filsafat bisa
diartikan sebagai ilmu yang berupaya memahami semua hal yang muncul di
dalam keseluruhan ruang lingkungan pandangan dan pengalaman umat
manusia. Perkembangan dan perubahan zaman ke zaman memiliki corak dan
ciri yang berbeda, kondisi ini cenderung memacu manusia untuk selalu
berfikir mencari nilai kebenaran itu namun, karena ada perbedaan cara
pandang dalam menafsirkan kebenaran tersebut, maka belum ada kesepakatan
mengenai hakikat dan difinisi filsafat.
Filsafat telah berhasil mengubah pola
pikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi
logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan
bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya
para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah
dengan adanya filsafat, pola pikir yang selalu bergantung pada dewa
diubah menjadi pola pikir yang bergantung pada rasio. Kejadian alam,
seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur,
tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan dan
bumi berada pada garis yang sejajar, sehingga bayang-bayang bulan
menimpa sebagian permukaan bumi.
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan ( Hamdani Ali,1986:7).
- Hasan Shadily (1984:9) mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi, orang yang berfilsafat adalah orang yang cinta kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
- Sudarsono(1993:11-12) mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
- Rene Descrates, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
- Langeveld, filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
- Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
Menurut Praja (2003:91-189) ada 10 aliran dalam filsafat, yaitu.
- Rasionalisme, merupakan aliran filsafat yang sangat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio.
- Empirisme, aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
- Kritisisme, merupakan aliran filsafat yang menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda corak dengan rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.
- Idealisme, adalah aliran filsafat yang menganggap bahwa realitas ini terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan.
- Positivisme. Positivisme berasal dari kata “positif”, yang artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta, menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Pengetahuan tidak boleh melebihi fakta. Positivisme hanya, mengandalkan fakta-fakta belaka bukan berdasarkan pengalaman, seperti empirisme.
- Naturalisme, merupakan paham yang berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya.
- Materialisme, merupakan aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Faham materialisme ini tidak memerlukan dalil-dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
- Intusionalisme, adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran dan tidak bercampur aduk dengan perasaan.
- Fenomenalisme, adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala, berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti.
- Sekularisme, merupakan suatu proses pembebasan manusia dalam berpikirnya dan dalam berbagai aspek kebudayaan dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika, sehingga bersifat duniawi belaka. Sekularisme bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci dan hari kemudian.
Dari bermacam aliran filsafat diatas,
yang berpengaruh akan perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi ciri
terbentuknya masyarakat modern adalah Rasionalisme. Aliran ini
mengutamakan daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Lebih
lanjut mengenai aliran Rasionalisme akan dibahas pada bagian dibawah
ini.
3. Aliran Rasionalisme
a. Pengertian Pokok
Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio
yang berarti “akal”. Menurut A.R. Lacey bahwa berdasarkan akar katanya
Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah
merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide
yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Sementara itu, secara terminologis aliran
ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal
harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi
(rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas,
dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah.
Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh
akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran
dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai
pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu.
Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau
yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam
pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah
pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem
pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas,
tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai
kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak
menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut
kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan
pikiran manusia.
Dalam pengertian ini pikiran menalar.
Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip,
maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori,
dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan
sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip
tersebut.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode
tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar
kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya,
secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian
yang radikal ini, maka kebenaran itu seratus persen pasti dan menjadi
landasan bagi seluruh pengetahuan.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari
pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal
yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya
akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal
budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang
besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka
tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang
terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran
tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua
abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena
pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643
-1727). Berkat sarjana Fisika Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu
terdiri dari bagian-bagian kecil (atom) yang berhubungan satu sama lain
menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut
jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu
keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar
kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin
kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu
berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor
terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah
dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman
Aufklarung (pencerahan).
b. Tokoh-tokoh Aliran Rasionalisme.
Dalam perkembangannya Rasionalisme
diusung oleh banyak tokoh, masing-masing dengan ajaran-ajaran yang khas,
namun tetap dalam satu koridor yang sama. Tokoh-tokoh rasionalisme pada
abad XVII adalah: Rene Descartes (1596 -1650), Nicholas Malerbranche
(1638 -1775), Baruch De Spinoza (1632 -1677 M), Gottfried Wilhelm von
Leibniz (1946-1716), Christian Wolff (1679 -1754), Blaise Pascal (1623
-1662 M)
Sedangkan pada abad XVIII dikenal nama-nama seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert.
Dalam kehidupan modern, filsafat telah
berhasil mengubah pola fikir manusia dari pandangan mitosentris menjadi
logosentris. Filsafat memberikan landasan filosofi dalam memahami
berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan
untuk membangun teori ilmiah. Dalam perkembangannya, filsafat terbentuk
menjadi sepuluh aliran diantaranya adalah Aliran Rasionalisme. Aliran
ini berpandangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan
pembenaran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.
Aliran Rasionalisme merupakan dasar bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam yang menjadi
pemicu terbentuknya manusia dan masyarakat modern dan ilmiah dewasa ini.
————————————————————————————————-
DAFTAR PUSTAKA
- Jalaludin dan Abdullah Idi, 2011, Filsafat Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
- http://www.jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewPDFInterstitial/56/54diakses pada 8 Juni 2012
- http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3795/1/fisip-erika.pdf, diakses pada 10 Juni 2012
- http://www.te.ugm.ac.id/~fsoes/sg/Bab%205.%20Sejarah%20filsafat%20(2).doc, diakses pada 10 Juni 2012
- http://www.intl.feedfury.com/content/16333544-filsafat-rasionalisme.html, diakses pada 12 Juni 2012