Representasi
Representasi adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan
pada benda yang digambarkan, konsep lama mengenai representasi ini
didasarkan pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang
menjelaskan perbedaan antara makna yang diberikan oleh representasi dan
arti benda yang sebenarnya digambarkan. Chris Barker menyebutkan bahwa
representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies, representasi
sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial
dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu.
Cultural studie memfokuskan diri kepada bagaimana proses pemaknaan
representasi itu sendiri.
Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik, Secara
lebih tepat dapat di idefinisikan sebagai penggunaan tanda-tanda untuk
menampilkan ulang sesuatu yang diserap, di indra, di bayangkan, atau di
rasakan dalam bentuk fisik. Sedangkan menurut Stuart Hall representasi
adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan,
kebudayaan merupakan konsep yang sangat penting. Seseorang dikatakan
berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu
membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama,
berbicara dalam bahasa yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang
sama. Hall juga berargumentasi bahwa representasi harus dipahami dari
peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia, Hall menunjukkan bahwa
sebuah imaji akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi
bahwa imaji akan berfungsi atau bekerja sebagaimana mereka dikreasi atau
dicipta.
Gambaran Representasi
Representasi merujuk kepada konstuksi segala bentuk media terutama
media massa terhadap segala aspek realitas atau kenyataan seperti
masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini
bisa berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam
bentuk gambar bergerak atau film. Representasi tidak hanya melibatkan
bagaimana identitas budaya disajikan atau dikonstruksikan di dalam
sebuah teks tapi juga dikonstruksikan di dalam proses produksi dan
resepsi oleh masyakarat yang mengkonsumsi nilai-nilai budaya yang
direpresentasikan tadi.
Dalam kasus film sebagai representasi budaya, film tidak hanya
mengkonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu di dalam dirinya sendiri
tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai tadi diproduksi dan bagaimana
nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut.
Jadi ada semacam proses pertukaran kode-kode kebudayaan dalam tindakan
menonton film sebagai representasi budaya.
Junaidi,dalam artikelnya Film Mandarin dan Identitas Budaya Indonesia, mendiskusikan perspektif Cultural Studies
yang melihat fenomena film Mandarin dalam kaitannya dengan pembentukan
identitas bangsa Indonesia. Di sini Junaidi percaya bahwa film
sebagaimana halnya produk budaya lain, memegang peran yang penting dalam
merepresentasikan siapa itu orang Indonesia. Dalam risetnya tersebut
Junaidi menceritakan sejumlah temuannya, misalkan bahwa representasi
orang China di beberapa film masih bersifat negatif dan simplisistis.
Masyarakat China dilihat sebagai masyarakat yang homogen dan tak
berubah, kompleksitas identitas masyarakat China dan interaksi mereka
dengan etnis lain seringkali terabaikan. Sikap masa bodoh, praduga, dan
stereotipe negatif akhirnya terakumulasi. Padahal jika mau jujur, belum
tentu masyarakat China pada realitas kesehariannya itu sebagaimana yang
ada di dalam film atau sinetron kita, oleh karena itu dapat dipahami
bahwa apa yang disajikan oleh film tadi belum tentu sesuai dengan
realitas yang aslinya.
Representasi di sini harus lebih dilihat sebagai upaya menyajikan
ulang sebuah realitas, dalam usaha menyajikan ulang ini tentunya sampai
kapan juga tidak akan pernah menyajikan dirinya sebagai realitas yang
aslinya. Belum lagi jika kita membedah lebih lanjut bagaimana proses
produksi film sebagai proses representasi tadi. Di balik proses
representasi ada siapa saja yang terlibat di dalamnya dalam rangka
kepentingan apa dan bagaimana representasi yang mereka lakukan, jadi
yang namanya representasi itu sangat sulit untuk dibilang netral atau
alamiah.
John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui tabel sebagai berikut.
PERTAMA |
REALITAS
|
Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya. | |
KEDUA |
REPRESENTASI
|
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain). Elemen-elemen tersebut di transmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain) | |
KETIGA |
IDEOLOGI
|
Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya. |
Pertama realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi
sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya
berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi
dan lain-lain. Di sini realitas selalu siap ditandakan. Kedua
representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam
perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik,
animasi, serta yang lainnya. Ketiga adalah tahap ideologis, dalam proses
ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam
konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis oleh individu.
Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke
dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam
masyarakat, representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep
representasi sendiri bisa berubah-ubah karena selalu ada pemaknaan baru,
representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Jadi
representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan
proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan
intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang
juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses
usaha konstruksi karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan
pemaknaan baru juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran
manusia melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini
menjadi proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal bermakna
sesuatu.
Representasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Iklan bekerja atas dasar identifikasi karena iklan hanya bekerja
ketika kita mengidentifikasi apa yang direpresentasikan oleh
imaji-imaji, imaji-imaji itu mengkonstruksi kita,melalui hubungan kita
dengan mereka. Makna adalah interpretasi, stereotip menetapkan makna
yang diberikan kepada kelompok-kelompok.,misal gambaran orang kulit
hitam yang terbatas, memberikan efek pada apa yang dipahami masyarakat
mengenai orang kulit hitam dalam dunia nyata. Gambaran memproduksi
pengetahuan tentang bagaimana kita melihatnya direpresentasikan,
sehingga perjuangan untuk membuka praktik stereotip kadang adalah sebuah
perjuangan untuk meningkatkan perbedaan celakanya semakin
memperlihatkan identitas yang memungkinkan dari orang-orang yang belum
direpresentasikan sebelumnya. Ada kesulitan tersendiri ketika ingin
membalikkan stereotip negatif tersebut sebagaimana juga sulit untuk
mempertahankan atau memperbaiki representasi positif.
Saat ini banyak masyarakat khususnya wanita yang dibanjiri oleh
bermacam iklan produk yang hadir melalui televisi, radio, maupun media
lainnya. Bermacam produk saling berlomba dalam melakukan beragam trik
menawarkan perubahan warna kulit, terstruktur, dan sebagainya itu
membuat wanita atau calon konsumen yang melihat iklan menjadi tertarik
untuk menggunakan produk tersebut, iklan produk tersebut dengan bentuk
penawaran yang sedemikian rupa memberikan pencitraan tersendiri dalam
membentuk suatu frame dalam masyarakat. Dalam hal ini pesan iklan yang
efektif bagi para pengiklan dan kreator iklan melalui penyampaian sisi
imagistik, yakni simbolisasi suatu produk yang merupakan suatu cara
untuk membantu khalayak dalam mengidentifikasi produk yang diinginkan
dan dibutuhkan.
Simbolisasi produk dalam iklan merupakan sebuah bentuk penyampaian
kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan realitanya citra dalam iklan
sabun dan penyampaian dalam iklan produk-produk tersebut
mengindikasikan bahwa hanya mereka yang berkulit putihlah yang cantik
dengan kebanyakan menggunakan representasi selebriti wanita indonesia.
Ini tidak menyampaikan kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan
diyakini oleh masyarakat dimana iklan tersebut berada. Dalam iklan ini
terdapat ketimpangan sosial dimana Indonesia sendiri dilihat dari ras
yang memiliki kulit tidak hitam dan tidak putih atau sawo matang,
sehingga memberikan frame pada masyarakat bahwa citra wanita cantik
Indonesia adalah mereka yang memiliki kulit putih dan mulus. Apabila
ini dikaitkan dengan cultural studies dalam televisi, teks, dan
penonton, bahwa iklan sabun maupun produk-produk kecantikan lain
mengandung unsur hegemonic yang dimenangkan dan bukan diterima, lebih
jauh lagi diperlukan terus menerus dimenangkan ulang dan dinegosiasikan
ulang menjadi kebudayaan yang suatu saat bisa berubah menjadi lahan
konflik.
Fokus dan representasi perempuan telah diupayakan sebelumnya oleh
sejumlah penulis feminis terhadap opera sabun karena sering kali
dikatakan bahwa opera sabun adalah suatu ruang perempuan dimana motivasi
perempuan disahkan dan dirayakan. Dalam operasi sabun suatu bentuk
global berdasarkan dua alas an yaitu ia adalah cara bernarasi yang
diproduksi di berbagai negara di seluruh dunia dan ini adalah salah satu
bentuk acara televisi yang paling banyak diekspor dan ditonton di
berbagai konteks budaya.
Kesimpulan
Representasi adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan
pada benda yang digambarkan, konsep lama mengenai representasi ini
didasarkan pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang
menjelaskan perbedaan antara makna yang diberikan oleh representasi dan
arti benda yang sebenarnya digambarkan. Chris Barker menyebutkan bahwa
representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies, representasi
sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial
dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu.
Cultural studie memfokuskan diri kepada bagaimana proses pemaknaan
representasi itu sendiri.
Representasi merujuk kepada konstuksi segala bentuk media terutama
media massa terhadap segala aspek realitas atau kenyataan seperti
masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini
bisa berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam
bentuk gambar bergerak atau film. Representasi tidak hanya melibatkan
bagaimana identitas budaya disajikan atau dikonstruksikan di dalam
sebuah teks tapi juga dikonstruksikan di dalam proses produksi dan
resepsi oleh masyakarat yang mengkonsumsi nilai-nilai budaya yang
direpresentasikan tadi.
Contoh dari representasi dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat
dari banyak masyarakat khususnya wanita yang dibanjiri oleh bermacam
iklan produk yang hadir melalui televisi, radio, maupun media lainnya.
Bermacam produk saling berlomba dalam melakukan beragam trik menawarkan
perubahan warna kulit, terstruktur, dan sebagainya itu membuat wanita
atau calon konsumen yang melihat iklan menjadi tertarik untuk
menggunakan produk tersebut, iklan produk tersebut dengan bentuk
penawaran yang sedemikian rupa memberikan pencitraan tersendiri dalam
membentuk suatu frame dalam masyarakat.
Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, New Delhi: Sage, 2004
Junaidi, Film Mandarin dan Identitas Budaya Indonesia, http://www.readingculture.net (diakses pada hari Sabtu, 10 Maret 2012 pukul 09.03)
Nuraini Juliastuti, Representasi, Newsletter KUNCI No. 4, Maret 2000, http://kunci.or.id/esai/nws/04/representasi.htm (diakses pada hari Sabtu, 10 Maret 2012 pukul 09.45)
http://yolagani.wordpress.com/2007/11/18/representasi-dan-media-oleh-stuart-hall/(diakses pada hari Senin, 12 Maret 2012 pukul 21.00)
Sosiologi Budaya.wordpress.com