Salah satu proses HR yang mendapatkan perhatian lebih akhir-akhir ini adalah Succession Planning yang merupakan bagian dari konsep Talent Management yang sudah banyak dicoba diimplementasikan di banyak organisasi. Succession Planning atau
perencanaan suksesi merupakan sebuah proses yang secara terus-menerus
dijalankan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengembangkan
talenta-talenta terbaik dalam organisasi (High Potential Talent)
untuk siap menggantikan posisi-posisi kunci dalam organisasi dengan
tujuan untuk mempersiapkan organisasi terhadap gejolak yang mungkin
terjadi ketika organisasi kehilangan talenta di posisi-posisi kunci
dalam organisasi.
Berbagai organisasi telah merasakan pil
pahit perencanaan suksesi yang kurang baik sehingga mengakibatkan
performa organisasi menurun. Sebuah kondisi yang dianggap wajar. Namun
apakah mungkin sebuah organisasi menerapkan Perencanaan Suksesi yang
dapat mempertahankan performa organisasi bahkan meningkatkannya?
Mari kita cermati Perencanaan Suksesi yang terjadi di Apple, Inc -
perusahaan teknologi yang baru-baru ini kembali menjadi perusahaan
dengan nilai finansial tertinggi di dunia. Steve Jobs, co-founder
dan CEO legendaris Apple, justru tidak pernah membawa Apple menjadi
perusahaan terkaya di dunia. Apple menjadi perusahaan terkaya di dunia
setelah Steve Jobs meninggal dunia dan digantikan secara permanen oleh
Tim Cook yang menjadi CEO Apple sampai saat ini. Jika biasanya
kehilangan pimpinan tertinggi dalam organisasi (apalagi pendiri) akan
menyebabkan organisasi lebih terpuruk, ternyata terbukti tidak terjadi
di Apple.
Pelajaran yang dapat diambil dari contoh
tersebut adalah dalam membangun Perencanaan Suksesi yang baik harus
dimulai dari perubahan mindset bahwa Perencanaan Suksesi bukanlah sebuah
proses untuk mencari pengganti talenta yang hilang semata namun harus
juga mempersiapkan organisasi untuk dapat terus berkompetisi, bahkan
menjadi organisasi yang lebih baik dan berkesinambungan. Perencanaan
Suksesi harus berorientasi ke depan untuk mempersiapkan organisasi
menghadapi tantangan bisnis di masa yang akan datang, bukan tantangan
bisnis yang dihadapi saat ini.
Banyak kegagalan implementasi Perencanaan Suksesi yang disebabkan oleh proses identifikasi potensial successor masih
dilakukan dengan mengukur seberapa baik talenta tersebut memenuhi
kebutuhan kompetensi di posisi saat ini, padahal bisa jadi kebutuhan
kompetensi di posisi yang dituju sudah banyak berbeda dan membutuhkan
pengembangan yang jauh lebih kompleks, atau bahkan kompetensi yang
ditetapkan saat ini akan tidak lagi relevan untuk kebutuhan bisnis di
masa yang akan datang.
Tim Cook dipilih untuk
menggantikan Steve Jobs bukan karena Tim Cook memiliki kompetensi yang
sama atau mirip dengan Steve Jobs, namun karena Tim Cook memiliki
kompetensi yang akan dibutuhkan oleh Apple kedepannya, yaitu kecepatan
eksekusi strategi dan kehandalan operasi.
Di luar
kompetensi, Perencanaan Suksesi juga perlu mempertimbangkan aspek
internalisasi nilai-nilai organisasi dan keterikatan (engagement)
talenta terhadap organisasi. Sebuah usaha yang sia-sia untuk
mengidentifikasi, mengembangkan dan mempersiapkan talenta yang tidak
memiliki komitmen terhadap organisasi dan tidak menjiwai nilai-nilai
penting organisasi. Bahkan seharusnya aspek nilai organisasi dan
keterikatan talenta terhadap organisasi ini harus menjadi kriteria
seleksi yang lebih penting dibanding kesesuaian kompetensi.
Taruhan
kegagalan melakukan Perencanaan Suksesi yang baik terlalu besar karena
dapat membawa efek negatif ke organisasi untuk jangka waktu yang
panjang. Oleh karena itu, Perencanaan Suksesi harus direncanakan dan
diimplementasikan sebaik mungkin dari sejak awal, bukan dengan
mencoba-coba.
The Success of Succession Planning is in the Plan of the Succession Planning itself.
Penulis : VP HR Services Head of GML Performance Consulting