Meninggalnya
Gus Dur menjadi moment penting bagi para penyokong ajaran pluralisme
untuk kembali menggiatkan kampanyenya mengusung gagasannya. Salah satu
agenda penting yang akan digoalkan saat ini adalah menjadikan Gus Dur
sebagai pahlawan Nasional, karena jasa-jasanya dalam membangun persatuan
bangsa. Sebagian lagi menganggapnya sebagai “Bapak Pluralisme”, tak
main-main yang mengatakan demikian adalah presiden SBY. Padahal, di sisi
lain, MUI telah berfatwa tentang haramnya pemahaman pluralisme ini.
Realitas di atas menunjukkan bahwa pemikiran pluralisme semakin diterima secara luas di masyarakat. Padahal sekali lagi, pemikiran itu tidak sejalan dengan ajaran islam. Terlepas dari siapa yang mengusungnya, ide pluralisme ini memang layak mendapat sorotan. Karena jika tidak disikapi dengan serius, maka ia bisa menjadi virus-virus pemikiran yang akan menggerogoti kemurnian pemikiran Islam. Apalagi jika ide tersebut diemban oleh orang-orang yang memiliki pengaruh di negeri ini.
Realitas di atas menunjukkan bahwa pemikiran pluralisme semakin diterima secara luas di masyarakat. Padahal sekali lagi, pemikiran itu tidak sejalan dengan ajaran islam. Terlepas dari siapa yang mengusungnya, ide pluralisme ini memang layak mendapat sorotan. Karena jika tidak disikapi dengan serius, maka ia bisa menjadi virus-virus pemikiran yang akan menggerogoti kemurnian pemikiran Islam. Apalagi jika ide tersebut diemban oleh orang-orang yang memiliki pengaruh di negeri ini.
Arti Pluralisme
Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang
mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya.
Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi
bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut
logika para pengikutnya.
Latar belakang munculnya gerakan Pluralisme
Paham ini muncul akibat reaksi dari tumbuhnya klaim kebenaran oleh masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri. Persoalan klaim kebenaran inilah yang dianggap sebagai pemicu lahirnya radikalisasi agama, perang dan penindasan atas nama agama. Konflik horisantal antar pemeluk agama hanya akan selesai jika masing-masing agama tidak menganggap bahwa ajaran agama meraka yang paling benar. Itulah tujuan akhir dari gerakan pluralisme ; untuk menghilangkan keyakinan akan klaim kebenaran agama dan paham yang dianut, sedangkan yang lain salah.
Argumen Pluralisme
Dalam mengajarkan gagasan ini mereka sering mengumpamakan agama
dengan tiga orang buta yang menjelaskan tentang bentuk gajah. Ketiga
orang buta itu diminta untuk memegang gajah, ada yang memegang
telinganya, ada yang memegang kakinya, dan ada yang memegang belalainya.
Setelah mereka semua memegang gajah, lalu mereka bercerita satu sama
lain; yang memegang belalai mengatakan bahwa gajah itu seperti pipa,
yang memegang telinganya berkata bahwa gajah seperti kipas yang lebar
dan kaku. Yang memegang kaki mengatakan bahwa gajah seperti pohon besar
yang kokoh.
Dengan berpijak pada cerita tersebut lalu mereka mengatakan bahwa
semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara
penyembahannya berbeda-beda.
Bagi para penggiat pluralisme dari kalangan kaum muslimin mereka pun
menyitir ayat-ayat yang mengandung gagasan pluralisme. Di antara ayat
yang sering mereka sitir adalah;
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); (al-Baqarah:256)
“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(al-Baqarah:62).
Bantahan atas Argumen Pluralisme
Dengan kemampuan mereka memahami bahasa Arab yang cukup baik, mereka
suka memelintir makna ayat sehingga kaum intelektual-awam agama percaya
kepada mereka. Mari kita perhatikan ayat 256 surat al-Baqarah; Mereka
menganggap tidak ada paksaan dalam beragama berarti pengakuan agama
lain. Pemahaman demikian bukanlah pemahaman yang benar. Untuk lebih
memahami makna tidak ada paksaan ini satu ayat penuh harus difahami
secara utuh. Lanjutan ayat tersebut adalah, “sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Jika ayat ini dibaca dengan tuntas maka akan jelas, tidak ada paksaan
karena telah jelas yang benar dan yang salah, islam itulah yang benar
dan yang lainnya adalah salah. Masing-masing bebas memilih dengan resiko
sendiri-sendiri. Adapun kaum pluralis dalam memaksakan pemahamannya tak
jarang memotong ayat tidak pada tempatnya sehingga seolah-olah benar
padahal tidak benar.
Jika kita lihat ayat 62 surat al-Baqarah, sekilas memang ayat ini
menjelaskan bahwa orang Yahudi jika tetap beriman dan beramal shaleh
akan masuk sorga. Orang Nasrani, orang Shabi’in, selama tetap beriman
dan beramal shaleh ia akan masuk sorga.
Dalam memahami suatu ayat, para ulama’ telah menganjurkan agar
menggunakan riwayat turunnya ayat, yang disebut dengan asbab nuzul.
Adapun asbab nuzulnya sayat ini adalah; Salman al-Farisi; tatkala ia
menceritakan kepada Nabi saw kebaikan-kebaikan guru-gurunya dari
golongan Nasrani dan Yahudi. Tatkala Salman selesai memuji para
shahabatnya, Nabi saw bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke dalam
penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah swt menurunkan ayat ini. Lalu hal
ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi; yaitu, siapa saja yang
berpegang teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya
Isa as (maka ia selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi,
maka siapa saja yang tetap berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil
perilaku Musa as, namun tidak memeluk agama Isa as, dan tidak mau
mengikuti Isa as, maka ia akan binasa. Demikian pula orang Nashraniy.
Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan syariatnya Isa as
hingga datangnya Mohammad saw, maka ia adalah orang Mukmin yang amal
perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Mohammad saw
datang, siapa saja yang tidak mengikuti Nabi Mohammad saw, dan tetap
beribadah seperti perilakunya Isa as dan Injil, maka ia akan mengalami
kebinasaan.”
Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya
Allah swt menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
di akherat termasuk orang-orang yang merugi.”[Ali Imron:85]. Ibnu
‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada satupun jalan,
agama, kepercayaan, dll, ataupun perbuatan yang diterima di sisi Allah,
kecuali jika jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai dengan syari’atnya
Mohammad saw. Adapun, umat terdahulu sebelum nabi Mohammad diutus, maka
selama mereka mengikuti ajaran nabi-nabi pada zamanya dengan konsisten,
maka mereka mendapatkan petunjuk dan memperoleh jalan keselamatan.”
Ya, kaum pluralis itu mengambil satu ayat dengan mengabaikan ayat-ayat yang lain. Meraka abaikan ayat ;
“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19).
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
Mereka abaikan pula ayat; “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu
putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”.
Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka;
bagaimana mereka sampai berpaling?” (al-Taubah:30)
“Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan, “Tuhan itu ialah Isa al-Masih putera Maryam.”(al-Maidah:72)
Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam,
berarti, tidak ada satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi al-qur’an
dengan sangat tegas menyebut orang ahlikitab yang tidak menerima Islam
dengan sebutan kafir. Firman Allah
Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan
orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruknya mahluk (al-Bayyinah:6)
Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide
pluralisme. Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan.
Maknanya Islam hanya mengakui adanya agama dan keyakinan di luar agama
islam, serta mengakui adanya identitas agama-agama selain Islam. Islam
tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Mereka dibiarkan
memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja, pengakuan Islam terhadap
pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga mengakui adanya
kebenaran pada agama selain Islam. Islam tetap mengajarkan bahwa agama
di luar Islam adalah kesesatan, meskipun diijinkan hidup berdampingan
dengan Islam.
Akhirnya, pluralisme adalah paham sesat yang bertentangan dengan
aqidah Islam. Islam mengajarkan keyakinan bahwa islam sajalah agama yang
benar, yang diridlai Allah. Orang yang masih mencari agama selain
Islam, ia akan rugi, karena amalnya tidak diterima oleh Allah. Siapapun
yang mengakui kebenaran agama selain Islam, atau menyakini bahwa orang
Yahudi dan Nashrani masuk ke surga, maka dia telah mengingkari ayat-ayat
al-Qur’an yang tegas dan jelas. Pengingkaran tersebut berakibat pada
batalnya keislaman seseorang, na’udzubillah min dzalik.
sumber :
[muslimdaily.net/abahzacky]