Fenomena yang terjadi pada zaman sekarang ini telah terlihat bahwa arus
globalisasi masuk dengan derasnya. Tanpa adanya filterisasi yang kuat
dan penanaman moral, agama dan nilai-nilai sosial yang kuat, kita akan
terjerumus di dalamnya. Sudah sering sekali juga kita jumpai
tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik, cafe, dan kemungkinan
tempat-tempat prostitusi. Narkotika dan obat-obatan yang terlarang tak
luput jua dari sebuah fenomena mahasiswa kini. Era globalisasi besar
saat ini mengancam penerus bangsa membuat sebuah kekacauan di dunia
akademisi. Mahasiswa banyak yang terlena akan tugas utama yang
diembannya. Aksi sebuah media massa yang sudah menjamur di kalangan
masyarakat umum turut ikut campur. Tontonan yang bersifat vulgar, dan
seronok melatar belakangi hal-hal tersebut. Di era tahun 1960-an sampai
dengan 1980-an, mahasiswa sangat progresif sekali dalam minat belajar,
ketidak mampuan mereka dalam hal keuangan, kendala-kendala dalam
sarana dan pra sarana akademisi diterjang bebas demi cita-cita mereka.
Tetapi jika bandingkan saat ini yang serba prakitis dan efisien,
membuat mahasiswa menjadi malas dan terlena akan keserba praktisannya
itu. Meskipun itu hanya sebuah fenomena yang sifatnya relatif dan tidak
menutup kemungkinan bahwa masih banyak juga yang progresif dalam
belajar dan dunia akademisi. Seperti halnya di kota MATARAM ini
yang menjadi sasaran empuk para pengusaha-pengusaha hiburan malam. Di
antara banyak yang menyediakan berbagai macam acara agar para konsumen
(mahasiswa khususnya) dapat terjebak ke dunia hedon. Ke khawatiran yang
lainnya juga penaman jiwa mahasiswa dan tugas-tugas yang diemban dalam
ranah berkewarganegaraan. Mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan
pemerintah kini tidak lagi tampak taringnya. Ini adalah hal substansi
kedua dimana tugas-tugas mahasiswa yang pokok selain belajar. Masalah
krusial ini harus disadarkan kembali kepada mahasiswa dengan berbagai
macam cara, salah satunya adalah pendekatan secara psikologis.
Pemberdayaan mahasiswa melalui sektor informal akan lebih bersinergi,
melalui ranah aktivitas-aktivitas kampus, maupun luar kampus. Ini akan
lebih efektif daripada hanya kuliah dan setelah kuliah lalu pulang.
Pendidik disini seharusnya memberikan sebuah pengarahan yang signifikan
terhadap mahasiswa, dan memberikan sebuah celah-celah kegiatan yang
berhubungan dengan akademisi. Hal-hal tersebut akan membuat sebuah
kemandirian dan rasa tanggung jawab yang penuh yang berfungsi di
masyarakat di masa depannya. Revolusi kesadaran mahasiswa dengan
peningkatan secara kualitatif dan kualitatif aspek yang memberikan
ide-ide dan solusi yang sifatnya pembaharu. Kita perlu merefleksikan
diri kita, apakah kita menjadi seorang yang hedon, dan yang apatis
terhadap bangsa dan negara, serta berkiblat pada westernisasi yang
sifatnya negatif. Seharusnya di era moderen ini yang sifatnya praktis
dan mudah, penulis yakin mahasiswa dapat progresif dalam dunia
akademisi. Tinggal bagaimana kesadaran kita dan kewajiban kita dituntut
untuk merekonstruksi sendi-sendi akademisi ini, agar kita meciptakan
sebuah revolusi pendidikan dan progresif dalam membangun negeri ini di
tengah terjangan modernisasi.....
Dalam kamus
Collins Gem (1993) dinyatakan bahwa hedonisme adalah doktrin yang
menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup.
Atau hedonisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari
kesenangan hidup semata-mata (Echols,2003). Gaya hidup hedonisme sama
sekali tidak sesuai dengan tujuan pendidikan bangsa kita.
Tujuan
pendidikan Negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
(pembukaan UUD 1945, alinea 4). Tujuannya tentu bukan untuk menciptakan
bangsa yang hedonisme, tetapi bangsa yang punya spiritual, punya
emosional quotient- peduli pada sesama dan tidak selfish atau
mengutamakan diri sendiri. Apakah banyak pelajar yang berpotensi menjadi
generasi yang hedonism yaitu generasi yang memandang kesenangan hidup
dan kenikmatan materi sebagai tujuan yang utama ? Jawabnya adalah “ya”.
Lantas apa indikatornya ?
Bahwa hedonismee sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari prilaku mereka sehari-hari. Mayoritas pelajar berlomba dan bermimpi untuk bisa hidup mewah. Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza. Ini merupakan bagian dari agenda hidup mereka. Barangkali inilah efek negatif dari menjamurnya mall, plaza dan hypermarket lainnya. Mengaku sebagai orang timur yang beragama, namun mereka tidak risih bermesraan di depan publik . ini adalah juga gaya hidup mereka. Hal lain yang membuat hati kita gundah- menyimak berita pada televisi dan Koran-koran bahwa sudah cukup banyak pemuda-pemudi kita yang menganut paham hidup free sex dan tidak peduli lagi pada orang-orang sekitar. Hamil di luar nikah bukan jadi ‘aib lagi, malah sudah dianggap model karena para-para model mereka juga banyak yang begitu seperti digossipkan oleh media elektronik (TV) dan media cetak (majalah, Koran dan tabloid).
Gaya hidup hedonismee tentu ada penyebabnya. Ada banyak faktor ekstrinsik (faktor yang datang dari luar) yang memicu emosi mereka menjadi hamba hedonisme. Orang tua dan kaum kerabat adalah penyebab utama generasi mereka menjadi hedonisme. Mereka (atau kita) lalai untuk mewarisi anak dan keponakan dengan norma dan gaya hidup timur yang punya spiritual. Kita tidak banyak mencikaraui (campurtangan) anak tentang hal spiritual. Sebagai orang tua, kta jarang yang ambil pusing apakah anak sudah melakukan sholat atau belum, apakah lidahnya masih terbata- bata membaca alif –ba-ta, dan tidak sedih melihat remaja mereka kalau tidak mengerti dengan nilai puasa.
Kecendrungan orang tua yang pro dengan gaya hidup hedonism, memandang anak bukan sebagai titipan Ilahi. Tapi memandang anak sebagai objek untk diotak atik. Sejak kecil anak sudah diperlakukan dengan hal yang aneh-aneh; anak dianggap lucu kalau rambutnya di gondrongkan, nyanyinya ya nyanyi tentang cinta- kalau perlu syair yang jorok. Katanya Sejak kecil anak didik bahwa shopping yang ngetren musti di mall, dan makanan yang bergizi adalah KFC atau burger. Orang tua yang pro hedonisme tidak begitu peduli dalam mengasah spiritual anak. Tidak heran kalau anak-anak mereka cenderung menjadi generasi free thingker atau generasi yang kurang diajar untuk mengenal Sang Khalik. Akibatnya mereka tumbuh jadi generasi yang rapuh, mudah putus asa dan mencari kambing hitam, bila ditimpa musibah “Aku sakit karena shio ku shio kuda, atau aku lagi sial gara-gara memakai kemeja merah ini”.
Sampai sekarang tetap orang,
termasuk pelajar/generasi muda, memandang segala sesuatu yang berasal
dari Barat sebagai hal yanh hebat. Pelajar merasa minder kalau ketahuan
lebih mengidolakan lagu daerah, lagu Minang, dan lagu dangdut. Mereka
harus mengidolakan lagu dan musisi dari barat. Poster-poster figur dari
Barat, artis dan atlit, patut ditempel di kamar belajar. Kemudian tiap
saat mengupdate atau mengikuti perkembangan beritanya; “ oh artis atau
atlit dari klub itu lagi pacaran, yang ini mau cerai, yang itu punya
mobil mewah, yang itu lagi bersenang-senang dengan kekasihnya di laut
caribia….wah aku patut meniru gaya hidup nya”. Demikianlah pelajar dari
dalam kamarnya menyerap gaya hedonisme dari info-info tentang
figur-fugur idola yang menempel di dinding kamarnya dibandingkan
figur-figur intelektual, pahlawan, pendidik dan tokoh spiritual lainnya.
Faktor bacaan dan tontonan memang dapat mencuci otak pelajar untuk menjadi orang yang memegang prinsip hedonisme. Adalah kebiasaan pelajar kalau pulang sekolah pergi dulu ke tempat keramaian, pasar, paling kurang mampir di kios penjualan majalah dan tabloid. Ada sejumlah tabloid dan majalah, ada untuk anak-anak, remaja, dan dewasa. Tabloid dan majalah untuk remaja ada yang punya tema tentang agama, olahraga, pendidikan, dan majalah/tabloid popular. Umumnya yang berbau agama dan pendidikan kurang laku. Yang paling laris adalah tabloid dan majalah remaja popular yang isinya banyak bersifat hura-hura- shopping dan kencan.
Coba ambill satu majalah pop remaja (tidak perlu sebut nama majalahnya) maka yang terlihat pada covernya adalah sepasang kaum adam-hawa yang berusia belia lagi dimabuk asmara. Kalau tidak demikian mana mungkin laku, karena pebisnis sengaja meraup untung lewat mencuci otak remaja menjadi sekuler dan hedonisme. Kemudian coba balik halaman demi halaman. Maka yang kita jumpai adalah gambar-gambar iklan seputar, parfum, make up, pakaian sexy yang sangat tidak pantas untuk orang timur yang terkenal punya budaya malu. Kemudian style rambut dan assesori- untuk cowok rambut dipanjangkan atau model punk, diberi warna, style wanita lain lagi. Memakai celana harus melorot, jangan lupa dengan assesori. Karena yang membelinya adalah para pelajar maka tabloid dan majalah pun telah mencuci otak mereka. Akibatnya pelajar sering bermasalah dengan disiplin sekolah.
Sampai detik ini semua sekolah di Indonesia tidak pernah mengizinkan siswa pria ya memakai anting-anting pada sebelah telinga, memakai tattoo, mengambil style rambut seperti artis atau atlit- di gunting panjang/ gondrong atau disisir punk seperti duri landak. Selanjutnya sampai detik ini sekolah tetap mengharapkan siswanya supaya berpenampilan rapi, kalau boleh gagah seperti ABRI, ke sekolah bukan ibarat artis pergi ke concert- seragam dengan celana melorot, harus tersumbul sedikit celana dalam di bagian punggung, kaki di beri gelang atau rantai, ibarat kaki gajah di Way Kambas Lampung, tangan dan jari penuh dengan assesori. Pelajar-pelajar yang berjiwa hedonis umumnya tidak begitu menghargai waktu dan dan jalannya lemas, beda dengan kaum hedonis di Barat. Mereka kerja keras mati-matian untuk mewujudkan hedonismeenya. Sementara pelajar kita yang menyenangi gaya hidup hedonisme cenderung bekerja dan belajar santai (karena mereka punya moto: hidup santai masa depan cerah) mereka terlalu bergantung dan menghabiskan harta orang tua.
Pengaruh tontonan, tayangan televisi (profil sinetron, liputan tokoh selebriti dan iklan) juga mengundang pelajar untuk mengejar hedonisme. Majalah remaja popular dan kebanyakan tema televisi sama saja. Isinya banyak mengupas tema tema berpacaran, ciuman, pelukan, perceraian, pernikahan. hamil di luar nikah dan bermesraan di muka publik sudah nggak apa-apa lagi, cobalah dan lakukanlah ! seolah-olah beginilah ajakan misi televisi dan majalah yang tidak banyak mendidik, kecuali hanya banyak menghibur.
Rancangan
majalah popular dan tema televisi komersil di negara kita memang sedang
menggiring pelajar menjadi generasi konsumerisme bukan memotivasi mereka
untuk menjadi generasi produktif. Tema iklannya adalah “manjakanlah
kulitmu”. Andaikata semua pelajar dan mahasiswa melakukan hal yang
demikian, memuja kulit. Pastilah sawah dan ladang, serta lahan-lahan
subur makin banyak yang tidak terurus. Karena mereka semua takut jadi
hitam. Pada hal untuk manusia yang patut dimuliakan adalah kualitas
intelektual, kualitas spiritual dan kualitas hubungan dengan manusia
(kualitas fikiran dan keimanan).
Sebagaimana dikatakan sebelumnya
bahwa banyak pelajar dengan gaya hidup hedonisme yang mereka sadur lewat
budaya hedo dari barat, terinspirasi oleh model-model atlit dan artis
yang info perkembangannya selalu mereka update tiap saat. Kemudian gaya
hidup hedo (hedonisme) juga diperkaya oleh suguhan majalah pop remaja
dan belasan stasiun televisi swasta yang bernuansa sekuler dengan gaya
hidup figur yang penuh glamour dan kepalsuan. Namun ada bedanya, yaitu
tokoh tokoh yang bergaya hidup hedonisme dari dunia Barat dan dari
Indonesia sendiri, mereka memperoleh gaya hidup hedonisme lewat kerja
keras. Sementara remaja dan juga mahasiswa (juga banyak terjebak dalam
gaya hedonisme) menjadi hedonism dengan cara bermimpi, kadang-kadang
tampil keren karena memakai baju dan celana pinjam atau hidup dengan
gaya hedonisme lewat menggunakan fasilitas orang tua, inilah yang
dikatakan sebagai hedonisme picisan.
Memilih gaya hidup hedonime, terus terang tidak akan pernah memberikan kepuasan dan kebahagiaan. Ibarat minum air garam, makin diminum makin haus. Bagi yang belum terlanjur menjadi pengidola hedonisme maka segeralah balik kiri, berubah seratus delapan puluh derajat. Bahwa kebahagian hidup ada pada hati yang bening, saatnya bagi kita kembali untuk menyuburkan akar-akar spiritual- kembali ke jalan Ilahi, tumbuhkan jiwa peduli pada sesama- buang jauh jauh karakter selfish (mementingkan diri sendiri), dan miliki multi kekuatan – kuat otak, kuat otot, kuat kemampuan berkomunikasi, kuat beribadah, dan kuat mencri rezki.