Bermain adalah hal yang paling disukai oleh anak dan menjadi fitrahnya. Beragam permainan menjadi pesona dan daya tarik anak, baik itu permainan yang dilakukan di dalam ruangan maupun diluar ruangan. Namun, pernahkah terbesit dalam benak dan pikiran Anda selaku orangtua untuk mengajak putra-putri bermain sambil belajar?.
Seperti bermain outbound,bercocok tanam,beternak,belajar mencuci
baju, bermain sepakbola, menggambar bahkan berwiraswasta. Ada sekelompok
anak yang sedang asyik bermain sepakbola, belajar mencuci baju,
outbond. Walaupun tampak kotor, anak-anak terlihat senang. Mereka bukan
hanya bermain saja, melainkan juga sedang bersekolah, sekolah alam
tepatnya. Cara belajarnya pun berbeda dengan sekolah umum lainnya sesuai
dengan namanya, anak-anak coba didekatkan dengan alam. Suasana dan
sarana sekolah alam memang dirancang untuk menempa kecerdasan natural
anak. Namun bukan mustahil sekolah biasa menjadikan anak didik juga
mencintai lingkungan.
Apa Sih Sekolah Alam?
Semakin modernnya kota-kota besar, tak jarang banyak anak-anak zaman
sekarang seolah asing dengan lingkungan alamnya sendiri. Misalnya saja
nasi, mereka tahu nasi menjadi makanan pokok dan berasal dari padi, tapi
mereka tak memahami bagaimana proses menanam padi, menuai hingga
mengolahnya menjadi bulir-bulir beras sebelum kemudian ditanak menjadi
nasi. Ironi memang, berangkat dari keprihatinan akan kondisi pengetahuan
dan wawasan anak-anak tentang alam, kini banyak berbagai sarana baru
ditawarkan sekolah-sekolah yang menamakan dirinya ’Sekolah Alam’.
Sekolah semacam ini tak hanya dilengkapi laboratorium dan perangkat
komputer, tapi sekolahnya sendiri ditata menjadi bagian dari alam
terbuka, ruang-ruangnya terbuat dari saung daun kelapa dan ijuk.
Pohon-pohon rindang dibiarkan tumbuh di hampir seluruh sudut sekolah,
lengkap dengan berbagai sarana eksplorasi seperti rumah pohon, climbing,
lapangan bola dan flying fox.
Menurut Efriyani Djuwita,M.Si seorang psikolog Perkembangan Anak dan
staf pengajar Fakultas Psikologi UI, Sekolah alam adalah salah satu
bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama
sebagai pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang
lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para
siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode
belajar mengajar lebih banyak menggunakan aktif atau action learning
dimana anak belajar melalui pengalaman (red- dimana anak mengalami dan
melakukan langsung) . Dengan mengalami langsung anak atau siswa
diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih
aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar menurut psikolog yang akrab
disapa Ita ini diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware
dengan lingkungannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari.
Tidak hanya sebatas teori saja.
Efriyani Djuwita,M.Si juga mengatakan bahwa bisa dibilang konsep
sekolah alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan
menggunakan alam sebagai media langsung untuk belajar. Jika dibilang
Sekolah Alam mengacu pada pendidikan montesorri mungkin tidak bisa
dibilang mengacu seratus persen. Namun ada beberapa dasar-dasar metode
pendidikan montesorri yang menurutnya, juga diterapkan dalam Sekolah
Alam. Baik Montesorri dan Sekolah Alam berusaha menciptakan suasana
belajar mengajar yang menyenangkan, dimana atmosfer belajar tidak
menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa juga hangat dan juga
mementingkan pada active learning dimana siswa tidak berfokus pada
buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka
pelajari, bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Hanya
sekolah alam lebih memanfaatkan alam sebagai media untuk siswa belajar
langsung, sementara dalam pendidikan montesorri, material yang digunakan
bisa tidak disediakan di alam, namun bisa berupa material yang memang
didesign khusus untuk membantu siswa belajar.
Kelebihan sekolah alam dibandingkan sekolah biasa, menurut psikolog
yang mengambil S2 nya di UI ini, sekolah alam membuat anak tidak terpaku
hanya pada teori saja. Namun mereka dapat mengalami langsung
pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Karena diakui saat ini
sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar
konvensional dimana guru menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan
dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan
kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk
pengetahuan yang mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang
diberlakukan tidak seketat sekolah biasa dimana siswa harus duduk
mendengarkan gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan
tugas.
Menurut Dasayoga Isbanu Jaya selaku ketua yayasan dan praktisi
pengajar di sekolah alam Ciganjur, sekolah alam adalah sebuah impian
yang jadi kenyataan bagi mereka yang mengangankan dan menginginkan
perubahan dalam dunia pendidikan. Lebih lanjut Yoga menjelaskan bahwa
yang diharapkan tidak sekedar perubahan sistem, metoda dan target
pembelajaran melainkan paradigma pendidikan yang akan mengarah pada
perbaikan mutu dan hasil dari pendidikan itu sendiri.Senada dengan Yoga,
Hendra Setiawan selaku Management Kandank Jurank Doank juga mengamini
bahwa sekolah alam dapat menjadi alternatif sekolah yang bisa membawa
anak menjadi lebih kreatif, berani mengungkapkan keinginannya dan
mengarahkan anak pada hal-hal yang positif.
Sistem Pendidikan Yang Beda
Di sekolah alam, jarang atau bahkan tidak menerapkan sistem pemberian
PR (Pekerjaan Rumah),sebenarnya pada pendidikan konvensional (Sekolah
biasa) pemberian PR asal proporsi dan tujuannya tepat dapat melatih anak
juga untuk bertanggung jawab dengan tugas yang mereka miliki. Di
sekolah alampun pengajaran tentang tanggung jawab dan disiplin diri
diajarkan, misalnya saja dalam bentuk antrian baris saat akan mencuci
tangan, bekerjasama dengan teman sebaya dalam mengerjakan tugas. Mungkin
cara dan kegiatannya yang berbeda. Efriyani Djuwita,M.Si menjelaskan
lebih lanjut mengenai sistem pendidikan sekolah alam yang banyak
manfaatnya. Sekolah alam mengajarkan siswa belajar tidak hanya
berdasarkan atau mengandalkan text book, tapi juga belajar aktif.
Belajar dengan aktif dengan situasi, kondisi, komunikasi antara siswa
dan guru yang menyenangkan tentunya diharapkan akan memberikan motivasi
belajar yang besar untuk siswa dan menumbuhkan minat akan apa yang
dipelajari. Situasi belajar yang menyenangkan, dukungan komunikasi yang
hangat antara guru dan siswa memudahkan anak dalam beradaptasi dan
memahami dirinya sendiri.
Kurikulum Dan Biaya Yang Beda
Jika berbicara tentang sekolah tak terlepas dari kurikulum yang ada
dan ditetapkan pemerintah, berbeda dengan sekolah konvensional. Menurut
Yoga, sekolah alam memiliki kurikulum yang berbeda, jikapun menggunakan
kurikulum pendidikan biasanya dilakukan penyesuaian saja, hal senada
juga dilontarkan Hendra. Menurutnya sekolah alam yang dirintis oleh Dik
Doank bahkan tidak menggunakan kurikulum, sebab sekolah alamnya
mengajarkan anak untuk menggali potensi dirinya tanpa harus menjadi
beban sang anak dengan sekolahnya.
”Jika inti tujuan atau sasaran sesuai dengan kegiatan yang dilakukan,
metode belajar aktif di alam ini akan banyak membantu siswa menyerap
pelajaran atau proses pengajaran yang diberikan,”terang Ita. Dalam
memberikan pendidikan bagi anak, orangtua biasanya akan memberikan yang
terbaik buat putra-putrinya. Orang tua tak peduli dengan besarnya biaya
pendidikan anak. Untuk sekolah alam biaya pendidikan jauh berbeda dengan
sekolah konvensional pada umumnya. Untuk biaya pendidikan sekolah alam
bagi anak perorangnya, orang tua harus merogoh kocek antara 300 ribu
hingga 500 ribu rupiah. Namun, ada juga sekolah alam yang gratis seperti
sekolah alam Kandank Jurank Doank, syaratnya siswa atau anak tidak
boleh membuang sampah sembarangan dan mau mengisi formulir yang
diberikan oleh pengelola.
Respon Positif Orangtua
Sikap orangtua akan adanya sekolah alam umumnya menyambut positif dan
baik. Rieke misalnya, ibu rumah tangga yang tinggal berdekatan dengan
sekolah alam Kandank Jurank Doank ini mengantarkan putranya yang baru
berusia 3 tahun untuk gabung bersama di sekolah alamnya Dik Doank. Hal
senada pun disampaikan oleh Yoga, bahwa sejauh ini sikap orangtua siswa
sangat atusias, bahkan saat pendaftaran ada siswa yang tidak diterima
karena terbatasnya kuota, orangtua bahkan ada yang sampai menangis
segala,” jelas pria alumnus STAN,Jakarta.
Efriyani Djuwita,M.Si menyarankan ada baiknya kalau sikap orangtua
terhadap anak mereka yang sekolah di sekolah alam , perlu juga melatih
membawa anak mengalami atau melakukan kegiatan langsung berhubungan
dengan pengetahuan yang mereka pelajari. Jadi tidak hanya di sekolah
saja, namun kegiatan ini perlu dilakukan pula dalam setting rumah.
Sehingga anak semakin terbiasa untuk belajar aktif, dan termotivasi
untuk tau banyak lagi. Dan yang pasti, anak menjadi lebih cinta akan
alam dan lingkungan tempat mereka berada, serta tau bagaimana alam
memberikan pelajaran berharga akan kehidupan pada mereka.