Ateisme tidak sama dengan komunisme. Ateisme adalah ketidakpercayaan
terhadap keberadaan Tuhan dalam hal ini Tuhan personal, Sang Maha
Pencipta, dan Maha Berkehendak. Sementara komunisme adalah ideologi
ekonomi politik.
Oleh karena itu, tidak semua ateis adalah komunis dan tidak semua
komunis adalah ateis. Seorang ateis bisa saja memiliki pandangan
liberal, sekuler, kapitalis, atau juga komunis. Sementara itu, walaupun
mungkin sebagian besar komunis adalah ateis, ada banyak orang beragama
atau teis yang menganut komunisme sebagai ideologi ekonomi politiknya,
di Indonesia contoh yang terkenal adalah Haji Misbach, sementara di
India komunisme bukan hanya dirangkul, tetapi juga dipimpin oleh
muslim, sementara di Amerika Latin, komunisme/marxisme mempengaruhi
ajaran Katolik sehingga terbentuklah Teologi Pembebasan.
Komunisme adalah paham yang menolak kepemilikan barang pribadi dan
beranggapan bahwa semua barang produksi harus menjadi milik bersama.
Ini bertujuan agar tidak ada hirarki buruh-pemilik modal karena sistem
kapitalis cenderung mengeksploitasi manusia. Komunisme memiliki
keberpihakan yang sangat tinggi terhadap rakyat miskin, yang disebut
sebagai proletar, dan menolak kapitalisme yang dianggapnya adalah
penghisapan manusia atas manusia. Itulah kenapa PKI pada masanya mampu
menjadi partai terbesar ketiga di Indonesia. Rakyat Indonesia yang
mayoritas adalah rakyat miskin di negara yang baru lepas dari
penjajahan mendukungnya; dan itu sama sekali tidak berhubungan dengan
ateisme.
Salah satu penyebab dihubung-hubungkannya ateisme dengan komunisme,
mungkin adalah kata-kata Karl Marx, “Agama adalah candu bagi massa
rakyat.” Hal lain yang sering diingat adalah syair lagu
Internationale–lagu mars komunis internasional–yang berbuyi, “Tiada
maha-juru-s’lamat/Tidak Tuhan atau raja.” Kesan bahwa komunisme itu
bukan hanya ateis tapi juga anti-teis bisa jadi disebabkan tindakan
represif terhadap kehidupan beragama yang banyak terjadi di
negara-negara komunis. Namun demikian, perlu diingat, pemberangusan di
negara komunis bukan hanya ditujukan pada kelompok agama, melainkan
juga pada kelompok liberal, pendukung demokrasi multipartai, serta kaum
oposisi dan pembangkang.
Anti-teis dan ateis tidak tepat disandangkan pada komunisme/marxisme.
Yang lebih tepat sebetulnya adalah bahwa komunisme/marxisme anti agama.
Lebih tepat lagi, anti struktur kekuasaan agama yang sengaja
dipelihara disamping kekuasaan raja untuk melemahkan daya kritis dan
daya juang rakyat melawan tirani. Persisnya yang dilawan oleh komunisme
adalah struktur kekuasaan agama dalam pemerintahan dan kehidupan
politik sebagai alat kontrol (melalui mekanisme obat bius/candu
pengurang rasa sakit bagi penderitaan dan kemiskinan) rakyat.
Di Indonesia, cap ateis pada komunis dan sebaliknya adalah hasil dari
propaganda rejim Orde Baru yang ingin melenyapkan partai besar dan
jutaan pendukungnya tersebut secara instan dan dalam jangka panjang.
Guna mendapatkan dukungan kelompok agama, maka rejim Orde Baru
mempropagandakan bahwa komunis adalah ateis, musuh agama, sehingga
mereka harus diberantas dari bumi Indonesia. Lebih dari satu juta orang
dibunuh, dirampas harta benda dan hak-hak sipilnya, dipenjara tanpa
pengadilan, dibuang ke Pulau Buru akibat kampanye antikomunis di tahun
60-an ini.