Dosen takut pada Dekan…
Dekan takut pada Rektor…
Rektor takut pada Menteri…
Mentri Takut pada Presiden…
Presiden Takut pada Mahasiswa…
(Taufik Ismail, 1998)
Penggalan
puisi diatas adalah karya seorang sastrawan ternama Indonesia yang
mengandung makna mendalam dari sejarah panjang perjuangan mahasiswa
dalam progesivitas perbaikan bangsa ini. Puisi itu merupakan rekam
sejarah heroisme mahasiswa Indonesia yang tiada pernah henti
memperjuangankan takdir negaranya dengan senantiasa mengawal dan
mengevaluasi jalannya pemerintahan. Mahasiswa adalah bagian dari pemuda
yang mempunyai andil besar dalam sejarah dinamika perkembangan bangsa
ini. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran sebagai agent of change, social control, iron stock, dan the guardian value dalam ranah berbangsa dan bernegara. Sebagai manusia yang lebih tercerahkan (enlightenment people) dibandingkan kelompok masyarakat lainnya, mahasiswa seharusnya mempunyai kepekaan dan kepedulian
terhadap kondisi di sekelilingnya. Penumbuhan sikap peka dan peduli
mahasiswa terhadap kondisi di sekitarnya harus disuburkan sejak dini,
karena mahasiswa egois-lah yang hanya mementingkan diri sendiri,
sedangkan realitas mayoritas masyarakat bangsa ini masih tertindas oleh
ketidakadilan dan kebodohan. Apapun minat, keahlian, dan kemampuan
mahasiswa, mahasiswa harus mempunyai kesadaran untuk terus menggali
informasi, ilmu pengetahuan dan membekali diri dengan kapasitas keilmuan
yang tinggi, sehingga mampu memberikan kontribusi nyata terhadap
kemajuan bangsa dan masyarakatnya. Itulah jiwa, pikiran dan tindakan
seorang mahasiswa, yaitu kritis, peka, peduli, dan haus akan informasi
dan pengetahuan.
Mengapa Mahasiswa?
Mengapa
mahasiswa harus mempunyai sikap kritis, peka, peduli, dan haus akan
informasi dan pengetahuan? Jawaban dari pertanyaan ini merupakan jiwa
atau ruh yang harus disadari dan dimiliki oleh setiap mahasiswa dalam
setiap aktivitas yang dilakukan serta sebagai dorongan dan motivasi
untuk terus memberikan kontribusi untuk kejayaan bangsa dan negara.
Pertama,
mahasiswa sebagai bagian dari pemuda mempunyai peran dan fungsi yang
sangat mulia dalam tataran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa berperan besar dalam
membangkitkan semangat kemajuan di bangsa ini. Peran dan fungsi tersebut
antara lain: mahasiswa adalah “iron stocks” atau gudang calon
pemimpin bangsa di masa depan. Mereka ditempa dan dididik di perguruan
tinggi untuk menjadi seorang calon pemimpin bangsa yang memang nantinya
layak mengisi pos – pos tertentu baik sektor pemerintah maupun swasta.
Karena itu, calon pemimpin bangsa tidak hanya sekedar membekali diri
dengan kecerdasan pikiran melainkan dengan kecerdasan spiritual agar
menjadi pemimpin yang kuat menahan godaan dunia dan jernih dalam
berpikir dan bertindak. Mahasiswa adalah “social control”, yaitu
pengontrol sekaligus pengevaluasi kebijakan – kebijakan pemerintah yang
dianggap tidak berpihak pada rakyat (sosial). Selain itu, mahasiswa
adalah “the guardian values” atau penjaga nilai – nilai.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual harus mampu mentransfer pemikirannya
kepada masyarakat melalui teladan dan karya nyata untuk menjaga nilai –
nilai kebaikan dalam masyarakat.
Mahasiswa sering juga disebut “agent of changes” atau kaum intelektual. Seseorang yang memiliki kemampuan dan ketrampilan tertentu, mempunyai persepsi holistic.
Artinya mereka mampu melihat, menafsirkan, dan menyimpulkan gejala
sosial secara utuh menyeluruh dan saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Mereka mampu berpikir kritis, kreatif, spekulatif, deduktif,
dialektik, dan mereka selalu berpikir kearah perubahan
Kedua,
mahasiswa adalah bagian terbesar dari civitas akademika perguruan
tinggi, dimana setiap perguruan tinggi di Indonesia mempunyai tri dharma perguruan tinggi sebagai dasar perguruan tinggi begerak yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Ketiga nilai tersebut juga harus menjadi ruh atau jiwa setiap mahasiswa
dalam melakukan setiap aktivitasnya, yaitu mahasiswa harus mempunyai
kemampuan mendidik, meneliti, serta mengabdikan diri kepada masyarakat.
Begitulah lingkaran peran mahasiswa yang sesungguhnya. Mahasiswa yang
hanya mementingkan nilai dan kuliah dikelas tanpa peduli kepada kondisi
masyarakat, maka ia belum layak disebut mahasiswa sejati. Mahasiswa yang
hanya pandai beretorika di organisasi mahasiswa kampus tanpa pernah
menggunakan retorika dan kemampuannya dalam fungsi pengabdian
masyarakat, maka sebenarnya mahasiswa itu hanya layak disebut mahasiswa
bermulut besar.
Oleh karena itu, berdasar
ketiga nilai tri dharma perguruan tinggi tersebut, mahasiswa harus
mempunyai sikap kritis terhadap kondisi sekitarnya, peka, peduli, dan
haus akan ilmu pengetahuan dan informasi untuk kemudian memberikan apa
yang mahasiswa kuasai kepada masyarakat. Ilmu dan hasil penelitian
yang dilakukan oleh mahasiswa jika tidak pernah ditransfer kepada
masyakarat hanya akan bernilai nol (0). Pengabdian kepada masyarakat
beranegaka ragam bentuknya, misalnya aksi turun kejalan, bakti sosial,
pasar murah, pengobatan gratis, pelatihan dan pembinaan di desa – desa,
dll.
Ketiga,
Dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta, 11,01 juta jiwa
(BPS) adalah mereka yang berhasil kuliah sampai perguruan tinggi. Jumlah
itu hanya sekitar 4,65% dari total populasi penduduk Indonesia. Jumlah
yang kecil dibandingkan dengan negara lainnya. Melihat betapa masih
kecilnya jumlah mahasiswa di Indonesia, apakah pernah terbersit dalam
pikiran kita bahwa kita ini adalah orang yang sangat beruntung?
Beruntung karena ternyata tidak banyak pemuda di negara ini yang
berhasil mengenyam pendidikan tinggi. Kenapa?karena pendidikan tinggi
masih terlampau mahal bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Beruntung
sekali kita bukan? Fakta lainnya adalah perguruan tinggi negeri di
Indonesia masih mendapatkan dana subsidi dari pemerintah untuk kegiatan
operasionalnya. Dana subsidi dari mana? Dana subsidi dari pajak yang
dibayarkan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh pelosok tanah air.
Oleh karena itu, kita sebagai segelintir orang yang berhasil mengenyam
pendidikan tinggi dan mendapatkan santunan dari pajak yang dibayar oleh
seluruh rakyat Indonesia, Akankah masih saja memikirkan kepentingan diri
sendiri?TIDAK. Ini adalah konsekuensi dan tanggung jawab moril yang
kita emban, untuk membalas budi baik seluruh rakyat Indonesia dengan
kepekaan, kepeduliaan, dan keinginan menggali sedalam-dalamnya ilmu
pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah telah membutkikan bahwa mahasiswa selalu berada dalam garda terdepan kemajuan dan perubahan sebuah bangsa, “Sejarah
telah membuktikan bahwa perubahan tradisi berpikir suatu bangsa
seringkali diubah secara mendasar oleh para mahasiswa. Seperti perubahan
tradisi berpikir masyarakat Perancis yang mengalami perubahan sangat
fundamental setelah ada revolusi mahasiswa pada 1968” (Zanuba Wahid-Membangun (Kembali) Kesadaran Kritis Mahasiswa-2008).
Pada
hakikatnya mahasiswa adalah fase dimana manusia berada pada masa
kalkulatif (tercerahkan) oleh ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Sudah
sepantasnya orientasi pergerakan mahasiswa dan organisasai mahasiswa
adalah untuk menumbuhkan kemampuan intelektualitas. Kemampuan yang bukan
hanya memfokuskan pada kekuatan tetapi juga daya kritis untuk merespon
isu-isu kekinian. Disinilah mahasiswa harus mampu menampilkan
fakta-fakta terkait problematika masyarakat yang sesungguhnya. Disinilah
mahasiswa dituntut dengan kemampuan intelektualitasnya, untuk
mampu mencari solusi sekaligus memecahkan akar permasalahan tersebut
Ini
lah jiwa, ruh, dan semangat yang harus disadari dan dimiliki oleh
setiap mahasiswa bahwa setiap aktivitas yang dilakukannya akan selalu
mempunyai hubungan dengan bangsa, negara dan masyarakat. Karena itu,
jiwa dan pikiran serta tindakan mahasiswa adalah kritis, peka, peduli,
dan haus pengetahuan.
Peran Organisasi Mahasiswa
Sikap
kritis, peka, peduli, dan keinginan untuk menggali ilmu pengetahuan
serta berkontribusi untuk masyarakat selama ini sering muncul dan
tersemai subur dari keberadaan organisasi mahasiswa baik intra maupun
ektra kampus. Sejarah dan fakta kekinian juga membuktikan bahwa
merekalah yang aktif di organisasi mahasiswa yang dengan sadar dan
lantang memberikan pembelaan, kritik, masukan, serta aksi nyata untuk
memperbaiki kondisi masyarakat di negara ini, dengan berbagai cara yang
mereka bisa dan kuasai.
Organisasi
mahasiswa mempunyai peran dan fungsi yang sangat vital dalam
menumbuhkan dan menyemaikan nilai – nilai esensi dan perjuangan
mahasiswa. Selain itu, mahasiswa adalah wadah yang sangat efektif untuk
menumbuhkembangkan kemampuan mahasiswa terutama soft-skill dan life-skill. Organisasi mahasiswa adalah tempat untuk mengembangkan Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ).
Organisasi
mahasiswa tidak hanya sekedar event organizer yang hanya mengadakan
event parsial dan sporadis semata, seperti seminar, pelatihan, dan
kuliah umum. Organisasi mahasiswa lebih dari sekedar hubungan formal dan
komunikasi publik. Organisasi mahasiswa adalah lembaga kaderisasi dan
lembaga pengembangan diri. Organisasi mahasiswa adalah tempat
bersemainya budaya intelektualitas mahasiswa, tempat dimana mahasiswa
berlatih menjadi seorang intelektual muda sejati dan sebagai agen penumbuh 3 pilar budaya seorang intelektual yaitu membaca, menulis, dan diskusi.
Organisasi
mahasiswa membutuhkan hubungan personal dan emosi yang sejalan. Jika
organisasi ingin dijadikan keluarga, lalu keluarga yang seperti apa?
Perlu adanya kepedulian yang bersifat personal di dalam keluarga.
Tentunya asas perbedaan akan mewarnai dalam suatu keluarga. Perbedaan
itu yang dapat menjadi stimulus bagi kita untuk menjadi dewasa, sikap
saling menerima dan saling melengkapi.
Organisasi mahasiswa berisikan oleh mahasiswa dengan berbagai macam
cara pandang sehingga selalu memunculkan dinamika, karenannya
organiasasi mahasiswa adalah sarana menuju kedewasaan personal dan juga
spritiual.
Berdasarkan
hal tersebut maka organsiasi mahasiswa dituntut untuk terus meningkatan
kualiatas dirinya dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat
mahasiswa. Sebagai miniatur pemerintahan negara dalam penyelenggaraan
negara yang semestinya dilakukan oleh aparatur negara. Maka, organisasi
mahasiwa harus meng-adopsi prinsip-prinsip pemerintahan layaknya dalam
sebuah negara dan dikolaborasikan dengan prinsip sebagai organisasi pengkaderan dan perjuangan.
Dengan demikian, satu media yang dapat membentuk kematangan mahasiswa
dalam hidup bermasyarakat ialah organisasi. Dengan senantiasa
ber-organisasi maka mahasiswa akan senantiasa terus berinteraksi dan
beraktualisasi, sehingga menjadi pribadi yang kreatif serta dinamis dan
lebih bijaksana dalam persoalan yang mereka hadapi
Ada
beberapa salah persepsi dan penyempitan makna jika berbicara mengenai
organisasi mahasiswa maupun aktivis mahasiswa. Sering kali banyak salah
pemahaman tentang makna, peran dan fungsi organisasi mahasiswa. Banyak
orang yang salah mempersepsikan bahwa organisasi mahasiswa hanya
berkutat dengan dunia sosial-politik dan pekerjaan utamanya adalah demo
atau aksi turun ke jalan. Tidak semua organisasi mahasiswa selalu
berorientasi politik. Organisasi mahasiswa mempunyai peran dan fungsinya
menurut tujuan organisasi mahasiswa tersebut dibentuk, misalnya
organisasi mahasiswa di bidang minat bakat, kesenian, budaya, sosial,
sosial-politik, riset, dan kewirausahaan. Selain itu, aktivis mahasiswa
seringnya dialamatkan kepada mereka yang aktif di organisasi mahasiswa
yang berbau sosial-politik, seperti BEM dan SENAT. Padahal, semua
pengurus organisasi mahasiswa, apapun organisasinya, adalah aktivis
mahasiswa. Karena aktivis mahasiswa, adalah mereka yang aktif dan
memberikan timbal balik manfaat kepada organisasi dan almamaternya. Pada
intinya, semua organisasi mahasiswa (apapun tujuan organisasinya)
adalah sarana yang efektif untuk belajar menjadi dewasa, belajar
mengembangkan soft-skill, life-skill, EQ dan SQ yang nantinya akan
bermanfaat saat masuk ke dunia masyarakat yang sesungguhnya. Apapun
organisasi dan tujuannya, yang terpenting adalah bagaimana organisasi
itu bisa menumbuhkan nilai, sikap, dan karakter kritis, peka, peduli,
dan haus ilmu pengetahuan serta peningkatan kapasitas diri kepada
seluruh anggotanya sehingga dapat dihasilkan mahasiswa yang
sesungguhnya.
Sikap Kritis
Sikap
kritis sering disalahpahami sebagai sikap negatif karena sering
dianggap atau dipersepsikan sebagai sikap menentang dan melawan. Sikap
kritis juga dianggap sebagai sikap ketidakpercayaan kepada orang lain.
Sikap kritis juga hanya seringnya dihubungkan dengan demonstrasi
mahasiswa atau aksi masa yang berujung bentrokan dan kerusuhan masa.
Seringkali kesempitan pemaknaan ini terjadi di kalangan masyarakat kita,
bahkan masih banyak mahasiswa yang berpikir seperti itu. Apakah sikap kritis adalah hanya yang demikian?
Telah
banyak teori dan penjelasan mengenai sikap kritis. Beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut: 1) sikap kritis dimaknai sebagai kemampuan
berpikir objektif. Mahasiswa dapat melihat sisi poitif dan negatif suatu
masalah secara seimbang, sebelum akhirnya membuat keputusan. Mahasiswa
selalu bisa mempertimbangkan segala sesuatunya secara bijaksana,
proporsional atau seimbang tanpa dibumbui rasa emosi yang berlebihan. 2)
Sikap kritis adalah menyampaikan sesuatu sesuai dengan kondiri riil
sesuai dengan realita. 3) Kritis juga berarti bisa mengevaluasi apa yang
ditangkap dengan apa yang disampaikan sehingga menemukan kejelasan.
Misalnya, dalam diskusi mahasiswa senantiasa meluaskan materi atau
menghubungkan dengan beberapa informasi, fakta, ide sehingga akan
diperoleh kejelasan yang lebih holistik. Sedangkan, mengkritik berarti
menanggapi dengan perspektif tertentu, diikuti pernyataan solutif
sebagai masukan atas kekurangan yang ada. Tanggapan tanpa saran
konstruktif bagai teori yang tak didukung dalil ilmiah yang valid.
Pada
intinya, sikap kritis adalah bagaimana melihat sesuatu hal dengan cara
yang lebih objektif dan seimbang, mencari kaitannya dengan kondisi,
informasi, atau fakta lain sehingga diperoleh kondisi yang lebih
holistik atau menyeluruh. Kondisi ini akan menghasilkan sikap yang tidak
serta merta menerima apa yang terjadi kepada masyarakat atau kondisi di
sekitarnya. Sikap kritis disini adalah bertujuan untuk menumbuhkan
sikap peka, peduli, dan motivasi atau semangat untuk terus menggali
informasi dan pengetahuan sedalam – dalamnya agar diperoleh
mahasiswa yang berintelektualitas tinggi, tidak hanya bermanfaat untuk
dirinya sendiri dan kampus, melainkan untuk masyarakat, bangsa, dan
negaranya.
Sikap
kritis tidak selalu hanya ditunjukan dengan aksi dan demontrasi turun
ke jalan memprotes kebijakan pemerintah, meskipun itu adalah salah satu
bentuk dari sikap kritis, peka dan peduli terhadap kondisi masyarakat.
Seperti yang telah dijelaskan diawal tulisan ini, bahwa menunjukan sikap
kritis, peka, dan peduli serta kehausan menggali ilmu pengetahuan dapat
dilakukan dengan, misalnya, diskusi, menulis di media massa, bakti
sosial, dan sarana lain yang dapat mengundang kesadaran publik terhadap
sesuatu. Misalnya, sekelompok mahasiswa aktivis lingkungan yang
tergabung dalam organisasi lingkungan, ingin mengkritik pemerintah
sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sumber
daya air di Kota Semarang, melakukan aksi membagikan botol minuman
kepada masyarakat, aksi damai di Tugu Muda Semarang, dan melakukan press release
di media massa kota, serta melakukan kampanye di kampus – kampus.
Itulah beberapa contoh aksi nyata dari sikap kritis, peka, dan peduli
terhadap kondisi di sekitar mahasiswa.
Mahasiswa
adalah kaum intelektual, mampu berpikir secara mendalam dan tajam dalam
menyikapi sesuatu masalah serta bersikap bijaksana dan dewasa yang pada
muaranya adalah untuk kemajuan institusi, masyarakat, bangsa dan
negara.
Menumbuhkan Sikap Kritis dan Haus Pengetahuan Serta Informasi
Kesadaran kritis yang melampaui tabir asap itu sesungguhnya bisa dibangun dengan tradisi berpikir relasional (melihat
suatu masalah atau fakta tidak semata-mata dari substansinya, tetapi
dalam relasinya dengan masalah dan fakta lain) dan “outward looking”
(melihat masalah atau fakta di dalam negeri dalam perspektif
geo-politik, geo-ekonomi dan geo-kultural dalam konteks hubungan
internasional, khususnya hubungan antara negara Dunia Pertama dan
Ketiga).
Sikap
kritis akan berkorelasi dengan tingkat intelektualitas mahasiswa. Hal
ini lah yang akan membedakan mahasiswa yang berkualitas dengan yang
kurang berkualitas. Menumbuhkan sikap kritis melalui peningkatan
intelektualitas mahasiswa tersebut dilakukan dengan menumbuhkan budaya membaca, menulis, dan diskusi
dikalangan mahasiswa sehingga akan tercipta amosfer kampus yang dinamis
dan solutif yang mampu menciptakan mahasiswa dengan kapasitas kelimuaan
dan intelektualitas tingkat tinggi. Tentunya hal tersebut perlu adanya sinergisitas dan kerja bersama antara birokrat kampus, dosen, dan organisasi mahasiswa.
Berikut
adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sikap
kritis, kepekaan, kepeduliaan terhadap kondisi sekitar, dan keinginan
untuk terus berkembang antara lain:
- Sering terlibat dalam lingkungan yang dinamis
- Perluas wawasan
- Cari tahu dan ambil kesempatan
- Komitmen dan teguh
- Berusaha optimal
- Terus besemangat dalam belajar dan berlatih
- Berani mencoba dan berani gagal
- Nikmatilah
- Selalu berusaha dekat dengan Yang Maha Kuasa
- Mulai lah dari hal yang kecil
Sedangkan, berikut ini adalah hal – hal yang sering menyebabkan seseorang enggan bersikap kritis, peka, dan peduli, diantaranya:
- Fanatisme
- Kurangnya Pemahaman Pada Suatu Kasus
- Merasa Paling Pintar
- Bersikap Subjektif
- Sempitnya Wawasan dan Perspektif
- Zona Nyaman
Kritis yang Etis, Analitis dan Solutif
Banyak
pendapat yang sering mengatakan bahwa dalam menyampaikan pendapatnya,
mahasiswa cenderung emosional dan kurang menampilkan
argumentasi-argumentasi rasional. Padahal, keterlibatan aktif mahasiswa
dengan kondisi masyarakat memerlukan dasar-dasar logis agar dapat
difahami dan diterapkan anggota masyarakat khususnya masyarakat kecil
dan miskin.
Pendapat
tersebut barangkali yang sekarang ini mulai dipercayai oleh sebagian
masyarakat Indonesia, bahwa mahasiswa Indonesia hanya bisa berteriak –
teriak di pinggir jalan, meneriakan keadilan tanpa memahami betul
permasalahan apa yang sebenarnya mereka sedang perjuangkan. Hal ini juga
yang membuat mindset masyarakat kepada aksi dan demonstrasi mahasiswa
cenderung negatif karena berujung pada anarkisme dan kerusuhan.
Mahasiswa
sebagai kaum intelektual dalam menunjukan sikap kritis, peka, dan
pedulinya harus juga dilakukan dengan cara – cara yang intelek, elegan,
dan bijaksana. Karena itu, dalam mengeluarkan sikap kritisnya mahasiswa
harus berpedoman atau memegang teguh prinsip etis (sesuai norma),
analitis (mengadakan analisa sehingga mempunyai data kuat mengenai
sesuatu masalah), dan solutif (mempunyai solusi terhadap masalah yang
sedang diangkat). “Pribadi berilmu nan santun jauh lebih terhormat daripada memiliki sejuta ilmu tanpa akhlak mulia”.
Sesungguh sikap dan karakter seperti itulah yang bisa disebut sebagai mahasiswa sejati: sang intelektual, sang perubahan.
Semangat Berprestasi dan Berkontribusi (tindakan)
Motivasi
atau semangat berprestasi merupakan faktor primer seseorang agar
berhasil mencapai sesuatu. Hal ini didasarkan atas kesadaran pribadi
yang akan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan. Mahasiswa
dapat meraih prestasi tinggi jika ia mempunyai kesadaran tinggi yang
dapat mendorong dirinya sendiri untuk meraih apa yang ia telah
rencanakan. Kesadaran mencapai sesuatu dapat dicapai jika mahasiswa
mampu memahami makna atau esensi keberadaannya di kampus dan kehidupan
ini. Persepsi ini dapat dicapai mahasiswa dengan menyerap dan mengolah
informasi dari lingkungannya (baca: kampus). Persepsi positif terhadap
kampus dapat menumbuhkan semangat berprestasi. Mahasiswa yang mempunyai
persepsi positif terhadap kampusnya mempunyai motivasi berprestasi yang
jauh lebih besar kepada kampusnya untuk mengharumkan almamaternya.
Semangat
berprestasi jika tidak diimbangi dengan semangat berkontribusi kepada
almamater, masyarakat, dan bangsanya maka hanya akan menghasilkan
mahasiswa – mahasiswa yang egois, egois dengan prestasi personalnya
masing – masing. Karenanya, sikap kritis, peduli, dan peka terhadap
kondisi di sekitar kita harus kemudian membawa penumbuhan motivasi
beprestasi dan sekaligus berkontribusi utuk kejayaan dan kemajuan
almamater, masyarakat, bangsa, dan negara. Semangat berkontribusi untuk
membangun kejayaan almamater tercinta. Karena sejatinya, kampus,
masyarakat dan negara ini tidak akan pernah menjadi apa – apa tanpa
peran dari setiap kita yang kita berikan, sesuai dengan kemampuan,
keahlian, dan kapasitas kita.
The worth of a state, in the long run is the worth of individuals composing it (John
Stuart Mill). Jika kita ingin membangun sebuah negara yang besar dan
berharga, maka negara itu harus berisikan oleh orang-orang besar dan
berharga yang menyusun negara itu. Demikian pula dengan organisasi atau
pun almamater dimana kita berada, setiap kita harus menjadi individu
yang berkualitas dan berharga agar organisasi dan almamater yang kita
cintai ini menjadi berkualitas dan berharga kelak. Setiap individu
didalam almamater kita sangat menentukan seberapa berkualitas almamater
kita.
Pada
akhrinya, semua landasan berpikir dan bersikap mengenai sikap kritis,
peka, dan peduli tidak akan pernah ada artinya jika itu hanya ada
didalam kata – kata atau hanya tulisan belaka tanpa ada tindakan yang
nyata untuk mewujudkannya. Jiwa dan pikiran yang sudah tersemai dalam
diri harus diwujudkan dalam aksi nyata, sikap kritis yang membawa pada aksi praktis.