de sein dan de sollen


Seharusnya hampa itu menyenangkan. Hampa itu kosong. Tak ada sesuatu di dalamnya. Tapi mengapa hampa kali ini begitu membuat hati gamang. Ini bukan labirin, ya dapat aku pastikan, hanya saja orang-orang menganggap ini labirin. Berputar-putar mencari jalan keluar.

Setiap jalan masuk pasti akan ada jalan keluar. Mungkin tidak sekarang, aku tahu itu. Barangkali jalan itu sedang malas menunjukan petunjuknya.

Dunia berputar. Terus berputar. Bumi berputar pada porosnya. Bumi berputar mengelilingi matahari. Bulan berputar mengelilingi bumi. Matahari berputar mengintari galaksi. Semua makhluk hidup berputar, sejatinya. Dan kita selalu berputar-putar pada masalah yang itu melulu.

Berfikir keras mencari penyelesaian, solusi yang kita tahu jawabannya tapi tak juga kita realisasikan. “Laksanakan”, titah sang komandan. Sayang ini bukan dunia militer, kita hidup di dalam dunia impian orang lain.

De sein dan de sollen tak pernah jalan berirngan. Senantiasa berbenturan satu sama lain. Kita terjebak di antara dua dunia. Realita dan impian.

Penantian panjang yang akhirnya terbayarkan. Berusahalah kelak kau akan tahu hasilnya. Semua kejadian memiliki satuan waktu. Seperti kata sebuah lagu,”semua akan indah pada waktunya”. Pertanyaannya, kapankah waktu itu akan tiba? Haruskah tetap menunggu atau berupaya meraihnya?
Perjalanan hidup mengajarkan bahwa hidup terlalu indah untuk dilewatkan. Banyak kejadian datang silih berganti mewarnai hari. Tanpa bisa tahan atau prediksi kedatangannya. Hidup itu ibarat bom waktu.

Detik-detik beralunan membentuk simfoni music kematian. Bersiap-siap meledakkan benda di sekitarnya. Benda hidup atau benda mati, itu tak menjadi soal. Apakah kau berada pada radius ledakan? Atau tidak.

Hidup ini terjadi dari satu manusia. Beranak pinak membentuk tatanan masyarakat. Seorang pemimpin ditunjuk demi mengkomandoi jalannya masyarakat. Memimpin yang mau dipimpin, menghukum yang selalu melanggar hukum.

Manusia, cipta karsa rasa. Tiga kata berelaborasi menjadi budaya. Budaya mencerminkan tingginya peradaban suatu bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sejarah ada untuk menjadi spion bagi kita, agar kita tidak masuk ke lubang yang sama.

Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Sepandai-pandainya manusia beretorika, tentu lebih pandai manusia yang lebih banyak bertindak. Kacang lupa kulitnya. Daratan serta lautan, dua daerah yang berbeda. Tapi mereka makhluk Tuhan juga.

Manusia permukaan, ya itulah kita. Menghakimi tanpa didasari kesadaran kesamaan serta kesejatian makna kehidupan. Melihat dengan kacamata kuda, tanpa mau menunggangi kuda.

Ingin aku bertanya, bertanya mengapa manusia dengan tega membunuh sesama manusia?

Ingin aku bertanya, bertanya mengapa ditengah era modern masih saja ada ketimpangan pembagian harta?

Ingin aku bertanya, bertanya mengapa di era perdamaian, perang masih saja dikumandangkan?

Ini anugerah Tuhan atau bencana?
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Faqih Muhammad - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger