ilustrasi (istimewa)
MANADO – Perang antara tentara Israel dan pasukan Hamas Palestina
bukan dipicu oleh sentimen agama. Pertempuran yang telah menelan sekira
160 an korban jiwa penduduk Gaza dan merusak fasilitas publik adalah
latar belakang politik dan kekuasaan. Semua warga di Palestina dan
warga Israel mengutuk perang ini. Karena di Palestina dengan penduduk
umat Muslim ada puluhan ribu umat Yahudi, Katholik dan Kristen. Bahkan
ada korban jiwa yang berasal dari warga Israel akibat dari serang
tentara Israel. Perang ini murni bukan atas nama agama, tapi perang
politik perebutan wilayah kekuasaan oleh Israel.
Dr dr Taufik Pasiak, Sekretaris Majelis Ulama (MUI) Sulut mengatakan,
fakta di lapangan tentang konflik Israel dan Palestina terlalu sedikit
yang diketahui. “Informasi yang diterima hanya sepihak, dan mungkin
distorsi menyimpang dengan beberapa media nasional maupun
internasional,” jelas salah satu Presedium KAHMI Sulut ini.
Pasiak melanjutkan, di Palestina banyak orang Yahudi dan Kristen
sehingga membuktikan bahwa agresi militer Israel ke Palestina murni
perang politik kekuasaan. Bukan perang antara agama Islam, Yahudi atau
Kristen. “Perang ini murni merupakan politik perebutan daerah kekuasaan,
bukan perang atas nama agama,” ujar Pasiak.
Sementara itu, menurut Pasiak, dunia internasional terutama Negara super
power Amerika Serikat sebenarnyam bisa menjadi penegah terhadap konflik
tersebut. “Tapi Amerika tidak melakukan fungsinya dengan baik. Sehingga
ini benar-benar pertarungan politik bukan perang antar agama,” urainya.
Oleh karenanya, kata cendekiawan muda ini, Indonesia yang merupakan
negara Muslim terbesar di dunia jangan terpancing dengan konflik
tersebut. Pasiak mengingatkan, pemimpin agama dan tokoh agama yang ada
di Sulut harus mempelajari dengan baik tentang konflik yang terjadi.
“Jangan sampai kita tidak memahami akar masalahnya kemudian kita
berpendapat,” kata Pasiak.
Sementara Sekum BPMS GMIM Pdt Arthur Rumengan M Teol menguraikan kasus
di jalur Gaza merupakan gejolak politik pemerintahan. “Perang yang
terjadi akibat ketidasepahaman kedua bangsa,” ujar Rumengan. Katanya,
Peperangan tidak memberi jawaban atas persoalan yang terjadi. Membuka
jalur dioalog akan lebih lebih elegan dan tidak menimbulkan korban yang
berjatuhan. “Yang menjadi korban tidak hanya dari salah satu agama,”
tukas Rumengan.
Ditambahkannya, kejadian yang ada di timur tengah tersebut tidak akan
menggangu kerukunan antar umat beragama. “jangan melihat ini dari
kacamata gejolak antar agama,” tegas Rumengan.Ia pun menilai bangsa
Indonesia dan Sulawesi utara sudah mampu berpikir secara dewasa
menanggapi konflik yang ada di Timur Tengah.
Amin Lasena MSc tokoh masyarakat dari Nahdlatul Ulama Sulut sependapat
yang sama. Perang antara dua negara bertetangga itu murni kepentingan
politik dan demi mempertahankan kekuasaan negara masing-masing. Oleh
karenanya kata Sekretaris MUI Sulut ini, umat Muslim jangan
terperangkap dalam konflik antara Israel dengan Palestina. “Karena
seakan-akan yang terjadi saat ini perang antar Palestina adalah Islam
dan Israel adalah Yahudi dan Kristen. Padahal sebenarnya adalah perang
perebutan kekuasaan wilayah oleh Israel,” urainya.
Lasena melanjutkan, masalah tersebut membutuhkan peran Pemerintah
Indonesia untuk melakukan diplomasi sesuai dengan Undang-undang Dasar
1945. “Dimana penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.selain itu,
tidak boleh ada peran kelompok agama karena tidak relevan dengan masalah
ini,” tuturnya Taufik juga mengimbau kepada masyarakat bahwa konflik
yang terjadi murni adalah pertarungan politik bukan perang agama.
“Kita harus menolak oknim-oknum yang mengatasnamakan agama untuk
mendukung salah satu pihak,” paparnya sambil mengatakan masyarakat harus
mencerna dengan baik setiap informasi yang berasal dari Blackberry
cendrung tidak benar..(ctr-02)