Ujian nasional jelas tidak memiliki mamfaat terhadap
kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Hambatan sistem pendidikan kita
terletak pada akar ekonomi -politik kapitalistik yang di jalankan oleh
pemerintah agen kapitalisme. Selama akar persoalan masih kuat
mencengkram Indonesia maka akan sangat sulit mewujudkan pendidikan
berkualitas, demokratik, adil/setara hingga bervisi kerakyatan. Karena
pemerintah yang kapitalistik tidak berkeinginan membangun sistem
pendidikan yang pro terhadap kepentingan rakyat.
Saat ini, sistem pendidikan kapitalistik, kurikulum pendidikan yang
kaku dan pesanan kapitalis, arah akademik yang mengejar rating, budaya
paternalistik warisan orde baru, guru sebagai pegawai ketimbang
pendidik, siswa yang patuh dan siap jual di bursa pasar tenaga kerja
hingga buku-buku yang jauh dari sentuhan kritis.
Paul Trowler dalam bukunya education policy (1983)
menjelaskan bahwa proses pembuatan kebijakan di dalam sistem pendidikan
merupakan pengejewantahan dari ideologi yang di anut oleh kelas
berkuasa. Bahwa seluruh ide-ide dan nilai-nilai di dalam masyarakat
diatur serta diarahkan pada tujuan kelas berkuasa.
Menurut Paulo Freire, mewujudkan pendidikan yang humanistik
(memanusiakan -manusia) terdiri dari tiga kompenen dalam hubungan
dialektis yang selaras, yaitu: pengajar, pelajar dan realitas. Pengajar
dan pelajar adalah subjek sesuai dengan porsinya masing-masing,
sementara realitas merupakan objek yang disadari oleh subjek. Dialektika
antara subjek dan objek inilah yang belum digunakan oleh sistem
pendidikan di Indonesia yang gaya “bank”. Bahwa anak didik adalah objek
investasi. Depositornya adalah pemerintah agen kapitalisme, memapankan
hegemoni kelas berkuasa guna memelihara ideologi kapitalisme.
Bagi Freire, sistem pendidikan justru harus menjadi kekuatan penyadar
dan pembebas umat manusia. Sistem pendidikan mapan selama ini telah
menjadikan siswa sebagai manusia-manusia yang terasing dan tersisihkan
dari realitas dirinya sendiri dan realitas disekitarnya, karena sistem
pendidikan saat ini hanyalah mendidik siswa menjadi menjadi seperti
orang lain, atau bukan menjadi dirinya sendiri.
Alternatif
Kuba, negara berkembang yang terkenal sebagai negara
pembangkang kapitalis global (Amerika) ternyata memiliki kepedulian
tinggi terhadap pendidikan. Keberhasilan pemerintah Kuba dalam mendorong
kualitas pendidikannya antara lain: 97 % tingkat melek huruf penduduk
kuba di atas usia 17 tahun. Setiap 20 siswa sekolah dasar di layani 1
pengajar dan 15 siswa sekolah menengah di layani 1 pengajar. Pemerintah
Kuba berhasil membebaskan seluruh biaya pendidikan dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Sehingga siswa di fokuskan untuk belajar tanpa
memusingkan biaya pendidikan. Pemerintah Kuba juga memiliki inovasi
kebijakan “university for all” salah satu program mengajar dengan
memanfaatkan media siaran televisi. 394 jam dalam seminggu jatah
rakyat menikmati pendidikan langsung lewat siaran televisi. Program
tersebut di asuh oleh berbagai profesor di Kuba. Sangat menarik bahwa
sistem pendidikan di Kuba di kelola bersama oleh pengajar, siswa dan
orang tua siswa. Selama 40-an tahun pasca revolusi, Kuba, semakin
memperlihatkan keberhasilan membangun tenaga produktif rakyat dengan
perhatian yang sungguh-sungguh dilakukan oleh pemerintah Kuba terhadap
pendidikan.
Tak kalah penting juga di Venezuela. Komitmen pemerintah Venezuela
terhadap pendidikan di wujudkan dengan kebijakan menaikkan gaji guru.
Hingga saat ini gaji guru sudah melampaui angka 8 juta hingga 14 juta
perbulan. Sehingga tidak seperti mayoritas guru di Indonesia yang
mengesampingkan kepentingan mengajar karena harus mencari peluang
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Venezuela, memberikan tunjangan
yang dibutuhkan guru hingga mengadakan pelatihan khusus guna
memaksimalkan tenaga pengajar.
Tugas: Wujudkan Impian!
Pendidikan harus gratis! Tetapi hal ini bertentangan
dengan kepentingan kapitalisme. Pemerintah agen kapitalisme akan melepas
tanggung jawab pendidikan jika di nilai bahwa subsidi negara atas
pendidikan memberatkan pemerintah. Pendidikan di serahkan pada mekanisme
pasar. Alhasil pendidikan menjadi mesin-mesin pencetak generasi yang
patuh terhadap dikte-dikte modal.
Jalan keluar dari krisis pendidikan di Indonesia tidak bisa lagi
disandarkan pada pemerintah agen imperialis. Kegaduhan ujian nasional
hanyalah riak-riak kecil dalam tubuh sistem pendidikan yang sekarat
ini. Pendidikan hakikatnya adalah alat bagi rakyat untuk
menumbuhkembangkan potensi diri (kognitif,afektif dan psikomotorik)
guna menjawab potensi alam demi kesejahteraan bersama. Ujian nasional
harus di hapuskan, solusinya bukan dengan memformulasikan kembali ujian
nasional, tetapi dengan menyelesaikan akar persoalan sistem pendidikan
yang kapitalistik. Ketika pendidikan mahal maka semakin rendah rakyat
dalam mengelola potensi diri dan potensi alam. Dan, selanjutnya semakin
hancur tenaga produktif rakyat. Hingga akhirnya rakyat akan jatuh pada
jurang kemiskinan dan kebodohan.
Kekuatan gerakan mahasiswa masih kecil dalam memenangkan
tuntutan-tuntutan pendidikan misalnya pendidikan gratis dari tingkat SD
hingga Universitas. Pembukaan demokrasi di kampus-kampus, kurikulum
yang bervisi kerakyatan, dll. Padahal dengan kekayaaan alam yang ada
pendidikan gratis sangat dimungkinkan. Tetapi apakah mungkin rezim agen
kapitalis rela memberikan pendidikan gratis kepada rakyatnya? Tentu saja
tidak. Maka, negara harus disterilkan dari kepemimpinan agen
imperialisme (rezim SBY-Budiono, partai politik dan elit politik
borjuis). Gerakan mahasiswa bersama gerakan rakyat (buruh, tani, kaum
miskin kota/desa) berkepentingan menuntut pendidikan gratis serta
mewujudkan pengambil-alihan kepemimpinan negara. Mengutip kalimat dari
chaves bahwa “untuk memberantas kemiskinan berikanlah
kekuasaan kepada orang miskin: pengetahuan, tanah, kredit, teknologi,
dan organisasi. Itulah satu-satunya cara mengakhiri kemiskinan [hugo
chavez, 2005].
Bermimpi mengharapkan pendidikan gratis, demokratis, ekologis,
adil/setara dan bervisi kerakyataan kepada pemerintahan agen Imperialis
adalah ketidakmungkinan yang pasti. Sebaliknya dengan kepemimpinan
gerakan rakyat lah maka cita-cita sekolah yang mendidik akan terwujud. Selamat Hari Pendidikan Nasional!
*Anggota Partai Pembebasan Rakyat